Cari Blog Ini

Jumat, 23 Desember 2011

Dasar-Dasar Agronomi-lap budidaya jagung manis

I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Jagung merupakan bahan dasar / bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, asam organic, makanan kecil dan industri pakan ternak. Pakan ternak untuk unggas membutuhkan jagung sebagai komponen utama sebanyak 51, 4 %. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.
Sekarang banyak para petani melirik untuk menam jenis jagung manis. Jagung manis (Zea mays L.) sering disebut pula sweet corn belum lama dikenal di Indonesia. Namun, Petani menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan penggunaannya relatif mudah. Penggunaan pupuk buatan yang berlebihan dapat mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan menurunnya hasil panen. Penggunaan pupuk N, P dan K yang terus-menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro dan aplikasi N yang tidak seimbang dari pupuk mineral nitrogen menyebabkan menurunnya pH tanah dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. Namun demikian, dengan langsung mengganti alternatif non kimia belum tentu akan membuat pertanian lebih berkelanjutan, misalnya penggunaan pupuk kandang secara tidak bijaksana dapat mencemarkan tanah dan air permukaan seburuk pencemaran yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Berdasarkan uraian di atas pemberian Unsur hara atau nutrisi, baik yang bersumber dari bahan organik maupun pupuk buatan (anorganik) perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Artinya adalah pemberian pupuk tidak semata-mata untuk mengejar pertumbuhan agar tanaman berproduksi secara maksimal, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek kualitas lingkungan dan lestarinya sumber daya alam dalam rangka mewujudkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).
B. Tujuan
1. Mahasiswa mamapu melakukan prinsip budidaya jagung manis.
2. Mahasiswa dapat membandingkan produksi jagung manis yang ditanam dengan jarak tanam dan kerapatan populasi berbeda.
3. Mahasiswa dapat melakukan cara panen tanaman jagung manis.

II. TINJAUAN PUSTAKA
1.     Tinjauan Umum Tanaman
Secara umum tanaman jagung manis (Zea mays) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus :Zea
Spesies : Zea may
(Sulsel.litbang,2008)
Jagung manis adalah suatu forma jagung adalah sayuran yang penting dan popular, khususnya di Amerika Serikat. Di Negara ini setiap tahun lahan seluas 250.000 ha di Tanami jagung manis. Amerika utara memang mendominasi produksi jagung manis dunia. Kepopuleran jagung manis meningkat dengan pesat dan di Negara Eropa dan Asia khususnya Jepang dan Cina. Produksinya cenderung terus menerus meningkat. Secara keseluruhan, jagung adalah bahan pangan bijian yang sangat penting bagi manusia dan ternak dan memiliki banyak kegunaan sebagai pangan dan non pangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kandungan nutrisi jagung manis sangat mudah rusak, segera setelah dipetik, zat gulanya berangsur-angsur berubah menjadi zat tepung. Cairan yang menyerupai susu dan manis didalam biji sedikit demi sedikit akan meleleh dan menjadi seperti bubur. Perubahan itu akan mengakibatkan jagung manis yang mula-mula terasa manis lambat laun akan menjadi hambar (Sumoprastowo, 2000).
B. Syarat Tumbuh
Jagung manis beradaptasi cukup baik terhadap iklim bebas bunga es, dan di tanam hingga lintang sejauh 50 C’ dari khatulistiwa. Namun, jagung manis tidak beradaptasi baik pada kondisi tropika basah. Hari panas dan suhu malam yang tinggi meningkatkan pertumbuhan secara keseluruhan dan suhu malam yang tinggi meningkatkanpertumbuhan secara keseluruhqan walaupun suhu panas adalah ideal untuk pertumbuhan vegetatif dan tongkol suhu sedang adalah optimum unutk akumulasi karbohidrat. Jagung cocok ntuk daerah yang beriklim selalu basah. Curah hujan selama pertumbuhannya jangan sampai dibawah 200mm / bulan. Curah hujan yang paling baik adalah diantara 450 – 600 mm dengan suhu udara panas antara waktu- waktu hujan (Sulsel, 2008)
Jagung manis tumbuh baik pada berbagai jenis tanah. Tanah liat lebih di ssukai karena mampu menaha lengas yang tinggi. Tanaman ini peka terhadap tah masam dan tumbuhb baik pada kisaran pH antara 6,0 – 6,8 dan agak toleran terhadap- kondisi basa. Hampir selalu di tanamn dengan kedalaman 3-5 cm. Jarak tanam rata-rata jagung manis umumnya 20-25 cm dalam barisan dan 70- 90 cm antar barisan (Sumoprastow0, 2000).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah daun dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata pada daun jagung berbentuk halter yang khas, di miliki famili Poaceae. Setiap stroma di kelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi deposit air pada sel-sel daun (Sutherland, 1996).
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa ukuran akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menjaga tegaknya tanaman (Erwin dan Mortensen, 1970).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti pada padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbbentuk rosset. Batang beruas-ruas, ruas terbubgkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak benyak mengandung lignin (Rubatzky dan yamaguchi, 1998).
Jagung memiliki bungan jantan da bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman. Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku bunga Poaceae , yang disebut floret. Pada jagung dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (Tunggal; gluma). Bunga jantan tumbuh dibagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (ruflorescence). Serbuk sari bewarna kuning da beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif dan di sebut sebagai varietas porolifik.Bunga jantan cenderrung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini dari pada bunga betinanya (Protandri). Bunga betina jagung berupa tongkol yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan rambut-rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putih (Rubatzky dan yamaguchi, 1998).
Biji jagung mengandung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandumngan karbohidrat dapat mencapai 80 % seluruh bahan kuning biji. Karbohidrat dalam bentuk pati pada umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung, ketan sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan giji tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa manios ketika masih muda (Rubatzky dan yamaguchi, 1998.

laporan tetap ekologi pertanian-suksesi tumbuhan

BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Dinamika di alam adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses perubahan yang tidak pernah ada akhirnya. Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu mantap, hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika salah satu dari komponennya mengalami perubahan.
Lucy E. Braun (1956) mengatakan bahwa vegetasi merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep suksesi.
Suksesi vegetasi menurut Odum adalah: urutan proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks.
Odum (1971) mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung mengubah lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai keseimbangan biotik dan abiotik tercapai.
Komunitas yang terdiri dari beberapa populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa.Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan disebut suksesi ekologi atau suksesi.Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis).Di alam terdapat dua macam suksesi yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder
Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan  ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehgga di tempat komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung merapi, endapan lumpur yang baru di sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batu bara, dan minyak bumi.
Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, baik secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme, sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang laut, kebakaran, angina kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakarn padang rumput dengan sengaja.
Penyebab Suksesi
1. Iklim
Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi.
2. Topografi
Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain:
* Erosi:
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
* Pengendapan (denudasi):
Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut.
3. Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.
1.     Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses suksesi alam dengan lahan garapan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan bumi selalu berubah-ubah. Kandungan CO2 dan O2 dalam udara, iklimnya, gunungnya, flora dan faunanya tidaklah tetap. Dalam skala yang kecil kita lihat pada gunung Krakatau. Setelah letusannya yang amat dahsyat dalam tahun 1883, kehidupan di pulau itu dapat dikatakan terhapus. Dari penelitian yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu panjang, dapatlah diketahui kehidupan kembali lagi. Mula-mula terdapat tumbuhan tingkat rendah, seperti lumut dan paku-pakuan. Kemudian tumbuhan tingkat tinggi. Proses ini disebut suksesi (Soemarwoto, 1983:24).
Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan tumbuhan daerah itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme ini mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies lain menjadi mantap. Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya disebut suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum perubahan progresif dalam komposisi spesies suatu komunitas yang sedang berkembang. Hal ini secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan klimaks (Michael, 1996:383).
Vegetasi yang dibiarkan demikian saja, menunjukkan kecenderungan untuk berubah ke suatu arah tertentu. Biasanya dari komunitas yang tidak begitu rumit yang terdiri atas tumbuh-tumbuhan kecil menjadi komunitas yang lebih kompleks yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang lebih besar (atau bagaimanapun menimbulkan kesan adanya kompetisi yang lebih besar). Perubahan itu bersifat kontinu, tahap-tahap yang dikenal hanya merupakan ruas-ruas ungkapan vegetasi. Demikian itulah yang disebut suksesi (Polunin, 1960:761).
Proses pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur dan proses ekologi dari energi yang tersedia disebut suksesi. Suksesi meliputi pengorganisasian menjadi mantap dan kadang-kadang kembali ke awal (retrogess). Suksesi dipertimbangkan berakhir apabila suatu pola ke suatu kondisi yang kurang terorganisir memulai melakukan suksesi lagi. Klimaks adalah merupakan puncak pertumbuhan atau puncak tertinggi yang telah dicapai (Odum, 1992:456).
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis) (Suharno, 1999:184).
Suksesi tumbuhan adalah penggantian suatu komunitas tumbuh-tumbuhanoleh yang lain. Hal ini dapat terjadi pada tahap integrasi lambat ketika tempattumbuh mula-mula sangat keras sehingga sedikit tumbuhan dapat tumbuhdiatasnya, atau suksesi tersebut dapat terjadi sangat cepat ketika suatu komunitasdirusak oleh suatu faktor seperti api, banjir, atau epidemi serangga dan digantioleh yang lain (Daniel,et al, 1992).
Perubahan bersifat kontinu, rentetan suatu perkembangan komunitas yangmerupakan suatu sera dan mengarah ke suatu keadaan yang mantap (stabil) danpermanen yang disebut klimaks. Tansley (1920) mendefinisikan suksesi sebagaiperubahan tahap demi tahap yang terjadi dalam vegetasi pada suatu kecendrungan daerah pada permukaan bumi dari suatu populasi berganti dengan yang lain. Clements (1916) membedakan enam sub-komponen : (a) nudation; (b) migrasi;(c) excesis; (d) kompetisi; (e) reaksi; (f) final stabilisasi, klimaks. UraianClements mengenai suksesi masih tetap berlaku. Bagaimanapun sesuatu mungkin menekankan subproses yang lain, contohnya perubahan angka dalam populasimerubah bentuk hidup integrasi atau perubahan dari genetik adaptasi populasidalam aliran evolusi. Suksesi sebagai suatu studi orientasi yang memperhatikan semuaperubahan dalam vegetasi yang terjadi pada habitat sama dalam suatu perjalananwaktu (Mueller-Dombois and Ellenberg, 1974).
Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi akan berakhir dengan pembentukan suatu komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dalam suksesi dikenal suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaan antara dua suksesi ini terletak pada kondisi habitat pada awal suksesi terjadi (Jamili dan Muksin, 2003:5).
Apabila perkembangan dimulai di suatu daerah yang sebelumnya belum pernah diduduki oleh suatu komunitas (seperti misalnya batu yang baru saja muncul atau permukaan pasir, atau aliran lava), maka prosesnya dikenal sebagai suksesi primer. Apabila perkembangan komunitas berlangsung dalam daerah yang pernah diduduki komunitas lain (seperti misalnya padang pertanian yang ditinggalkan atau hutan yang telah ditebang ), prosesnya disebut suksesi sekunder. Suksesi sekunder biasanya lebih cepat sebab beberapa makhluk atau benih-benihnya telah hidup dan ada, dan daerah yang sebelumnya telah diduduki itu lebih mau menerima perkembangan komunitas daripada yang steril. Suksesi primer cenderung mulai pada tahap produktivitas yang lebih rendah daripada suksesi sekunder (Odum, 1996:322-323).
Menarik untuk diteropong lebih dekat ialah kedudukan dan peran bermacam jenis pionir yang ternyata begitu penting dalam suksesi primer. Pada dasarnya jenis-jenis itu hidup pada lingkungan habitat yang sangat gersang. Jenis pionir harus merupakan jenis generalis dengan relung yang lebar, mampu bertahan terhadap fluktuasi faktor abiotik yang tidak melemah karena pengaruh kekuatan intrakomunitas (Wirakusumah, 2003:142).
Suksesi sekunder terjadi apabila suatu suksesi normal atau ekosistem alami terganggu / dirusak. Kebakaran, perladangan, penebangan secara selektif, penggembalaan dan banjir adalah contoh kegiatan manusia yang menimbulkan gangguan tersebut. Gangguan ini tidak sampai merusak total tempat tumbuh, sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contoh: kondisi hutan yang terlantar atau tanah garapan yang ditinggalkan. Hal ini menyebabkan perbedaan suksesi sekunder dan suksesi primer terletak pada kondisi awal habitatnya. Pada suksesi primer, habitat awal terdiri atas habitat yang sama sekali baru sehingga tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tahap awal berasal dari biji dan benih yang datang dari luar. Sedangkan pada suksesi sekunder, biji dan benih tidak saja berasal dari luar tetapi juga dari dalam habitat itu sendiri (Arief, 1994:32-33).

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1.     Tempat dan Waktu
Pada praktikum suksesi tumbuhan ini dilakukan di lahan garapan jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Dilaksanakan pada hari senin tanggal 18 april dari jam 08.00 sampai dengan selesai.
1.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain 1) parang, 2) meteran, dan 3) cangkul
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah 1) tali plastic dan 2) kayu.
1.     Cara Kerja
2.    Bersihkan lahan garapan dengan cangkul dari rumput dan tumbuhan lain yang ada, seluas 25 m2
3.    Bagi lahan tersebut menjadi petak kecil yang berukuran 1 x 1m2 dengan menggunakan meteran dan sibatasi oleh tali raffia. Selanjutnya biarkan petak tersebut selama satu minggu.
4.    Setelah satu minggu, amati jenis tumuhan yang tumbuh pada masing-masing petak 1 x 1 m2 dan catat jumlah, serta tinggi masing-masing tumbuhan.
5.    Pengamatan dilakukan terus setiap minggu hingga delapan minggu.
6.    Catat perubahan komposisi tumbuhan tersebut dan bandingkan hasil pengamatam setiap minggu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.     Kesimpulan
2.    Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula.
3.    Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru.
4.    Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya.
5.    Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia.
6.    Perubahan bersifat kontinu, rentetan suatu perkembangan komunitas yang merupakan suatu sera dan mengarah ke suatu keadaan yang mantap (stabil) dan permanen yang disebut klimaks.
1.     Saran
Sebaiknya pengamatan suksesi harus lebih teliti dalam mengamati dan mengukur  jenis tumbuhan yang tumbuh pada lahan garapan.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, A., 1994, Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
Jamili, Muksin, 2003, Penuntun Praktikum Dasar-dasar Ekologi, FMIPA Unhalu,Ke
ndari.
Michael, P., 1996, Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium,
UI Press, Jakarta.
Odum, H. T., 1992, Ekologi Sistem Suatu Pengantar, UGM Press, Yogyakarta.
Odum, E. P., 1996, Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta.
Polunin, M., 1960, Pengantar Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun, UGM Press,Y
ogyakarta.
Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan,J
akarta.
Soeriatmadja, R. E., 1977, Ilmu Lingkungan, ITB, Bandung.
Suharno, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu lin
gkungan, UI Press, Jakarta.

laporan tetap ekologi pertanian-populasi dekomposer

BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mokroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang mengandung banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, kaesaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila factor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi sistem pertanian manusia akhir-akhir ini yang tergantung penuh pada penggunaan bahan kimia telah mengusik habitat cacing tanah. Keseimbangn lingkungan akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut.
Pengurai ini merupakan tingkat makanan utama yang terakhir dalam ekosistem.Kelompok ini terutama terdiri dari jasad renik tanah seperti bakteri dan jamur Walaupun juga mencakup cacing tanah, rayap, tungau, kumbang dan annthrophoda lainnya.
Tanah tersusun atas empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organic, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing—masing berbeda pada setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45%(volume) bahan mineral, 5% bahan organic, 20-30% udara dan 20-30 % air.
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara umum terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati yang menguntungkan ini, yaitu yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organic dan pengikatan unsure hara. Keduanya bermuara pada penyedian hara tersedia bagi tanaman serta sebagai pemangsa parasit. Sedangkan jasad yang merugikan adalah yang memanfaatkan tanaman hidup, baik sebagai sumber pangan maupun sebagai inangnya, yang disebut sebagai hama atau penyakit tanaman ataupun sebagai kompetitor dalam penyerapan hara dalam tanah.
Fauna pada ekosistem tanah terdiri atas makro fauna dan mikro fauna. Makro fauna tanah meliputi : herbivora seperti annelida(cacing tanah) ,milusca(bekicot), crustaceae, chilopoda(kelabang), diplolopoda(kaki seribu), dan insecta(serangga) serta karnivora meliputi arachnida(laba-laba, kalajengking),insecta(belalang sembah),ular atnah dan tikus tanah. Sedangkan mikro fauna tanah meliputi protozoa dan rotifera. Makro fauna tanah meningkatkan agregasi tanah, yang merupakan campuran antara bahan-bahan organic dengan tanah.,sehingga mempermudah akar-akar tanaman untuk tubuh dengan baik.
Cacing rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk. Maka dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Tindakan budi daya pertanian yang tidak ramah lingkungan sangat berpengaruh pada cacing, terutama pada tipe endogoik. Maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian kualitas tanah dengan indicator cacing (Semakin tinggi jumlah cacing dalam suatu tanah maka semakin tinggi kualitas tanah).
1.     Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem yang berkerja membantu menghancurkan bahan organik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu ekosistem terjadi suatu siklus kehidupan dan kematian. Organisme yang disebut pengurai (Dekomposer) yaitu bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya bertanggung jawab terhadap kesempurnaan siklus hidup dan matinya. Organisme pengurai tersebut menguraikan bahan-bahan organic yang dapat digunakan oleh organisme produsen, tanpa hadirnya organisme pengurai maka suatu ekosistem akan dipenuhi oleh sampah, bangkai tanaman dan hewan. (Darmono, 2001: 6-7)
Decomposer atau pengurai adalah organisme yang berperan menguraikan organisme lain yang telah mati. Makhluk hidup yang berperan sebagai pengurai diantaranya:
1). Mikroorganisme (Jasad Renik)
Adalah makhluk hidup (organisme yang berukuran mikroskopis (sangat kecil)tidak dapat dilihat oleh mata. Sehingga untuk melihatnya diperlukan alat yang disebut mikroskop. Contohnya: bakteri, algae unicellular (alga satu sel), Fungi unicellular (jamr satu sel).
2). Makroorganisme
Adalah makhluk hidup yang berukuran lebih besar dari mikroorganisme dan dapat dilihat oleh mata biasa. Contohnya: Larva, Serangga, Cacing, Kumbang, dan fung multicelluler. ( Seto wardono : 10-11).
Kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada factor fisika-kimia tanah dan tersedianya makanan yang cukup baginya. Pada tanah yang berbeda factor kimiatentu kepadatan populasi cacing tanahnya berbeda. Demikian juga tumbuhan pada suatu daerah sangat menentukanjenis cacing tumbuh dan kepadatan populasi di daerah tesebut. Tersedianya makanan yang sangat menentukan pertumbuhan populasi cacing tanah sebagai hewan yang ikut beperan dalamdalam proses dekomposisi mamakan sisa-sisa tanaman, sedangkan bagian yang tidak terserap dikeluarkan berupa material yang lumat. ( Nurdin,2003 : 13 dan 134)
Secara alamiah,morfologi dan anatomi cacing tanah berevolusi menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Atas dasar informasi dan pengalaman Bouche cit. Hanafiah(2002), merumuskan ekologis cacing tanah seperti yang tertera dalam tabel,yaitu:sifat-sifat Epigeik (berpigmen merah dan hidup dalam tanah) Endogeik(tanpa pugmen merah dan hidup dalam tanah) Anecigueik(hidup dalam tanah,makan dan eskresi di permukaan tanah.
Dari segi penyuburan solum tanah yang sangat berperan dalam tipe ini,tetapi paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk.oleh karena itu, penetapan tindakan budidaya pertanian yang tidak berwaawsan lingkungan dengan segera akan berpengaruh negatif terhadap tipe ini. Aneciqueik mempunyai bobot yang paling berat dan kebisaan makan dan ekskresi di permukaan tanahsehingga berperan paling penting dalam meninbgkatkan kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Apabila dikaitkan dengan kedalaman perakaran tanaman, tipe endogeik akan lebih cepat terlihat pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman tahunan/keras dan kehutanan yang berakar dalam, sehingga tipe aneciqueik akan lebih cepat terlihat peranya pada tanaman semusim atau perakaran dangkal.(Kemas Ali,2003)
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam tanah,dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah. Celah-celah yang dibuat oleh cacing tanah dinamakan drilosfer, yang kaya bahan organic dan nutrien anorganik. Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik untuk organisme. Cacing memiliki enzim selulosa dan khitinase yang ada pada ususnya yang membantu mendegradasi selulosa dan polimer khitin. (lud,2005)
Factor-faktor fisik yang mempengaruhi cacing tanah adalah a) kemasaman pH tanah,b)kelengasan tanah,c)temperatur,d)aerasi dan CO2.e)bahan organic.f)jenis tanah,dan g) suplai nutrisi.(Kemas Ali,2003)
Tanah adalah benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas serta mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik (Arsyad, 2000). Pada komponen tersebut selain terdiri dari komponen mati (abiotik) terdapat juga bagian yang hidup (biotik) berupa organisme tanah yang menjalin suatu sistem hubungan timbal balik antar berbagai komponen sebagai suatu ekosistem yang cukup kompleks. Hubungan antara beberapa sifat tanah abiotik dan fungsi ekosistem dapat dijadikan sebagai fungsi yang berhubungan langsung terhadap produksi tanaman dan erosi tanah. Oleh karenanya praktek pengelolaan tanah untuk abad 21 mendatang harus diformulasikan berdasarkan suatu pemahaman dari konsep ekosistem (Herrick,2000)
A.Kualitas tanah
Istilah kesehatan tanah atau kualitas tanah yang diaplikasikan pada
agroekosistem menunjuk kepada kemampuan tanah untuk mendukung secara terus menerus pertumbuhan tanaman pada kualitas lingkungan yang terjaga (Magdoff, 2001).
Menurut The Soil Science Society of Amerika, yang dimaksud dengan Kualitas Tanah (soil quality) adalah kapasitas dari suatu jenis tanah yang spesifik untuk berfungsi di alam atau dalam batas ekosisten terkelola, untuk mendukung produktivitasbiologi, memelihara kualitas lingkungan dan mendorong kesehatan hewan dantumbuhan (Herrick, 2000).
Jhonson et. al. (1997 dalam Doran dan Zeiss, 2000) mendefinisikan kualitas tanah sebagai suatu ukuran kondisi relatip tanah untuk kebutuhan satu atau lebih spesies biologi dan atau untuk suatu tujuan manusia. Untuk aplikasi di bidang pertanian, yang dimaksud dengan kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem yang sesuai untuk produktivitas biologis, mampu memelihara kualitas lingkungan dan mendorong tanaman dan hewan menjadi sehat (Magdoff, 2001).
Secara lebih terinci, Doran dan Safley (1997) mendefinisikan kualitas tanah sebagai kecocokan sifat fisik, kimia dan biologi yang bersama-sama (1) menyediakan suatu medium untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi, (2) mengatur dan memilah aliran air dan penyimpanan di lingkungan serta (3) berperan sebagai suatu penyangga lingkungan dalam pembentukan dan pengrusakan senyawa-senyawa yang meracuni lingkungan. Tanah disebut berkualitas tinggi bila memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1) cukup tapi tidak berlebih dalam mensuplai hara (2) memiliki struktur yang baik (3) memiliki kedalaman lapisan yang cukup untuk perakaran dan drainase (4) memiliki drainase internal yang baik (5) populasi penyakit dan parasit rendah (6) populasi organisme yang mendorong pertumbuhan tinggi (7) Tekanan tanaman pengganggu (gulma) rendah (8) tidak mengandung senyawa kimia yang beracun untuk tanaman (9) tahan terhadap kerusakan dan (10) elastis dalam mengikuti suatu proses degradasi (Magdof, 2001).

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1.     Tempat dan Waktu.
Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan di Lahan Arboretum Universitas Sriwijaya pada tanggal 18 April 2011 pada hari senin pukul 08.00 sampai dengan selesai.
1.     Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah emberat, pinset, tali, parang. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air sabun, minyak tanah.
1.     Cara Kerja
1.     Bersihkan seresah penutup tanah dari ekosistem komunitas yang akan di amati.
2.    Batasi petak kudrat tersebut setiap satuan meter persegi.
3.    Semprotkan minyak tanah pada petak I dan air sabun pada petak II hingga jenuh.
4.    Tunggu selama 15-20 menit, dan kumpulkanlah jenis-jenis cacing tanah yang muncul di permukaan tanah. Cara pengambilan harus hati-hati, gunakan pinset, tetapi cacing tidak boleh putus. Bantu dengan lidi untuk mengangkat cacing dari lubangnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.     Hasil
No
Perlakuan
Jumlah Cacing
Berat (gr)
1
Air sabun
2
0,1 mg
2
Minyak tanah
3
0,1 mg
1.     Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai populasi decomposer dengan tujuan untuk dapat mengetahui kualitas tanah dengan bio indikator cacing tanah. Penggunaan cacing tanah sebagai bio indicator karena adanya kerentanan cacing terhadap perubahan lingkungan, terutama pada tipe endogeik. Tipe endogeik adalah tipe cacing yang hidup di dalam tanah, tidak berpignentasi, yang dapat menembus terowongan hingga kedalaman 45cm. Tepi ini kebanyakan terdiri atas Lumbricus terrestris.
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam tanah,dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah.
Cacing tanah yang ditemukan, hanya berada pada kedalaman 10 cm pertama. Pada kedalaman selanjutnya yaitu kedalaman 20 cm dan 30 cm tidak lagi ditemukan adaya cacing tanah. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 20 cm dan 30 cm, tekstur tanahnya liat dan lebih keras, serta terdapat batu beton, porositasnya kecil sehingga menyebabkan tempat ini merupakan tempat yang buruk bagi cacing tanah. Pada kedalaman 10 cm pertama kondisi tanah masih gembur, kandungan bahan organik dan anorganiknya cukup baik sehingga memungkinkan cacing untuk hidup. Berdasarkan kedalaman ditemukannya, maka cacing yang ditemukan termasuk tipe epigeik, yaitu kelompok cacing tanah yang hidup pada permukaan tanah.
Proses permulaan yang dilakukan adalah penyemprotan larutan deterjen ke petak I. Deterjan digunakan untuk untuk mendatangkan makro fauna tanah di sekitar tempat pengamatan dengan bau yang dihasilkan. Deterjen adalah campuran berbagai bahan ynag digunakan untuk membantu pembersihan danterbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Di dalamnya terdapat zat adiktif untuk membuat lebih wangi. Jumlah cacing yang di dapatkan 2 cacing. Proses selanjutnya adalah penyemprotan minyak tanah ke petak II. Ternyata jumlah cacing yang muncul lebih banyak dari petak I yakni sebanyak 3 cacing.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa.
Derajat keasaman atau pH tanah di lingkungan vegetasi dan non vegetasi menunjukkan perbedaan meski nilainya juga tidak jauh berbeda. Pada lingkungan non vegetasi pH tanahnya sedikit lebih asam. Perbedaan pH ini dapat diakibatkan oleh perbedaan kandungan organik tanah.
Faktor fisik lain yang diamati adalah kandungan organik dan anorganik tanah. Dari hasil perhitungan, kandungan organik tanah jauh lebih sedikit dibandingkan kandungan anorganik tanah. Hal ini sangat wajar, karena sebagian besar tanah di susun oleh lapisan pasir dan bebatuan. Selain itu, minimnya jumlah populasi cacing tanah telah menunjukkan bahwa ketersediaan bahan organik di tanah tersebut memang kecil jumlahnya. Hal ini menguatkan pernyataan bahwa tanah yang sehat adalah tanah yang memiliki dalam jumlah tinggi bahan organik yang terhumifikasi untuk mengikat air dan muatan negatif untuk pertukaran kation.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.     Kesimpulan
1. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam ekosistem tersebut selain cacing tanah yaitu semut, lipan. Cacing merupakan salah satu hewan yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik.
2. Keberadaan jumlah cacing tanah dan mikroorganisme lain yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik  yang ada dalam suatu ekosistem ditentukan oleh lingkungan baik biotik maupum abiotik.
3. Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah.
4. kita dapat melihat tanah yang subur atau tidak jika di dalamnya terdapat banyak caclng tanahnya. Karena kotoran-kotoran cacing itulah yang akan membentuk humus.
5. Cacing tanah merupakan decomposer makroorganisme.
1.     Saran
Sebaiknya praktikan berhati-hati dalam menyemprotkan air sabun dan minyak tanah. Karena apabila terhirup akan menyebabkan pusing-pusing.

DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran Hubungannya Dengan Tiksokologi Senyawa Logam. Jakarta : U Press
Hanafiah, Kemas Ali. 2003. Biologi Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Suin, Nurdin Muhammad. 2003.Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara
Herrick, J. E. (2000). Soil Quality: an indicator of sustainable land management ?. Applied Soil Ecology. (15) 75-83.
Magdoff, F. (2002). Concept, componen and strategies of soil health in agroecosystems. Journal of Nematology 33 (4); 169-172.
Pankhurst, C. E., B. M. Doube and V.V. S. R. Gupta. (1997). Biological indicators of soil health: Synthesis. dalam C. Pankhurst, B.M. Doube and V.V.S.R. Gupta (eds). Biological Indikators of Soil Health. UK. 419-435. CAB International.