MAKALAH ORGANISME
TANAH
BIOTEKNOLOGI TANAH
“BIO-AGENT”
Oleh:
Kelompok III
1. M.DENI RISWANDI (05101007063)
2. ANDRI DENI LANDA(05101007064)
3. MURNIATI (05101007065)
4. ESSY NOVITA SARI (05101007066)
5. SONDANG K.SITORUS (05101007067)
6. GABRIEL B. M. PANDIANGAN
(05101007068)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011
A. LATAR
BELAKANG
Penggunaan pestisida sintetik merupakan metode umum dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian. Kebanyakan pestisida sintetik memiliki sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organisme lain. Pestisida sintetik dianggap sebagai bahan pengendali hama penyakit yang paling praktis, mudah diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya cepat terlihat. Bahkan petani menganggap bahwa pestisida adalah dewa penolong yang mampu memberikan solusi peningkatan hasil pertanian. Jika tidak ada pestisida yang dijual di toko-toko harapan petani hilang dan rasa malas untuk bertani akan timbul.
Padahal penggunaannya sering menimbulkan
masalah seperti pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan
peliharaan dan dapat mengakibatkan resistensi serta resurgensi bagi hama
serangga (Rejesus,1986; Stoll,1988; Thamrin dan Asikin, 2005). Selain itu Ahmed
(1995) mengemukakan bahwa lebih dari 400.000 kasus keracunan setiap tahunnya
dan 1,5% diantaranya sangat parah, serta terjadinya kontaminasi air, tanah,
udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Untuk mengurangi frekuensi penggunaan
pestisida sintetik salah satunya adalah menggantinya dengan pestisida dari
bahan nabati, karena beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bagian
tanaman ada yang bersifat toksik terhadap hama (Balfas, 1994; Mudjiono et al.,
1994). Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui mengandung senyawa bioaktif
antara lain alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin
yang dapat berfungsi sebagai insektisida dan repelen (Campbell, 1933, Burkill,
1935). Sedikitnya 2000 jenis tumbuhan dari berbagai famili telah dilaporkan
dapat berpengaruh buruk terhadap organisme pengganggu tanaman (Grainge dan
Ahmed, 1988; Prakash dan Rao, 1977), diantaranya terdapat paling sedikit 850
jenis tumbuhan yang aktif terhadap serangga (Prakash dan Rao, 1977). Selama
dekade terakhir terdapat peningkatan minat yang besar dalam pencarian senyawa
insektisida dari tumbuhan (Schmutterer, 1995). Sifat bahan nabati pada umumnya
mudah terurai di alam sehingga residunya tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan. Sebagai contoh bahwa piretrin (bahan aktif dari bunga piretrum yang
digunakan sebagai insektisida nabati) merupakan zat yang cepat terdegredasi di
alam, khususnya apabila terkena sinar matahari sehingga zat ini tidak persisten
baik di lingkungan maupun pada bahan makanan (Maciver, 1962).
Keadaan tersebut juga dapat menekan peluang
jasad bukan sasaran terkena residu. Namun persistensi yang singkat
kadang-kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomi, karena untuk mencapai
keefektifan pengendalian yang maksimum pada tingkat populasi tinggi diperlukan
aplikasi yang berulang-ulang. Walaupun demikian, pestisida dari bahan nabati
memungkinkan untuk digunakan pada saat menjelang panen.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a.
Untuk memahami pengertian dari pestisida hayati.
b.
Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan virus.
c.
Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan bakteri .
d.
Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan nematode.
e. Untuk
memahami pestisida hayati dengan menggunakan jamur .
C. PERMASALAHAN
Dampak penggunaan pestisida buatan (kimia)
serta penggunaan pestisida hayati terhadap pertanian di Indonesia ?
D. PEMECAHAN MASALAH
Dampak Negatif dari Penggunaan Pestisida Kimia
Petani selama ini tergantung pada penggunaan
pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang
harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida
kimia antara lain adalah:
1.
Hama menjadi kebal (resisten)
2. Peledakan
hama baru (resurjensi)
3. Penumpukan
residu bahan kimia di dalam hasil panen
4. Terbunuhnya
musuh alami
5. Pencemaran
lingkungan oleh residu bahan kimia
6. Kecelakaan
bagi pengguna
FAKTA DAN DATA AKIBAT BURUK PESTISIDA
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa :
1. Diketemukannya data penyakit-penyakit akut yang diderita pada
kelompok petani, seperti hamil anggur pada isteri-isteri petani di Lembang.
2. 12 orang petani di Klaten meninggal dunia akibat keracunan
pestisida.
3. 18 penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal akibat
racun tikus, penyakit kulit eksim basah, TBC, kanker saluran pernafasan.
4. 25% dari 2400 wanita pada tahun antara 1959 – 1966 yang
pernah melahirkan bayi dengan bobot di bawah normal memiliki kandungan DDT yang
telah terurai pada darahnya lima kali lebih besar dari kadar normal.
5. Tahun 2001 terjadi kematian pada ayam-ayam di sekitar lahan
pertanian akibat akumulasi paparan pestisida yang terbawa angin. (Kusnadi Umar
Said, Puncak Jawa Barat).
6. Logam berat yang merupakan unsur pestisida biasanya ditimbun
di dalam hati, sehingga mempengaruhi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal.
7. Pestisida juga dapat mengganggu peredaran hormon sehingga
menyebabkan efek testikular dan menimbulkan sejumlah penyakit seperti kanker
prostat, problem reproduksi perempuan, kanker payudara, dan perubahan perilaku.
8. Sebuah penelitian di Cina, bahkan mengungkap pria yang
terkena pengaruh pestisida selama bekerja ternyata berisiko mendapat gangguan
kualitas sperma yang dapat mempengaruhi kesuburan.
9. Ditemukan katak cacat tanpa sebelah kaki akibat penggunaan
pestisida kimia oleh staf pengajar Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fak.
Kehutanan IPB.
10. Penipisan cangkang telur burung elang.
11. Mengganggu kehidupan perairan, misalnya membunuh ikan.
12. Gejala keracunan yang disebabkan oleh berbagai golongan
pestisida :
Pestisida Hayati
Pestisida
hayati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan
(daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, anti
fertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya dapat untuk pengendalikan
hama. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah
berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan
metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk
diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida nabati bersifat mudah
terurai (bio-egradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan
relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung dari bahan
tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari
daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan
sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman
dan jenis dari tumbuhan tersebut. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan
hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian
itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di
seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Penggunaan pestisida hayati bukan baru dimulai setelah pertanian organik
dibicarakan di bebagai kalangan namun pestisida organik sudah digunakan sejak
manusia mengenal pertanian. Namun hal tersebut masih bersifat tradisional dan
belum dikembangkan secara profesional. Diantaranya petani menggunakan daun
sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi. Sedangkan
petani di India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan
hama serangga. Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad
ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya tidak digunakan
lagi.
Fungsi dari Pestisida Hayati
Pestisida Hayati memiliki beberapa fungsi,
antara lain:
1.
Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
2. Antifidan,
mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot.
3. Merusak
perkembangan telur, larva, dan pupa
4. Menghambat
reproduksi serangga betina
5. Racun
syaraf
6. Mengacaukan
sistem hormone di dalam tubuh serangga
7. Atraktan,
pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
8. Mengendalikan
pertumbuhan jamur/bakteri
Konsep pegendalian hama pada pertanian organik padi SRI ada 2 macam :
1. Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistem
PHT. Dengan sistem ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam
agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan
musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Petani
diharapkan lebih kreatif dalam membuat berbagai cara untuk membuat pengendalian
dengan mengunakan bahan-bahan disekitar.
2. Jika serangan hama sudah melewati ambang batas dilakukan
pengendalian dengan menggunakan pestisida organik berupa ramuan yang sudah
diolah melalui proses yang didapatkan disekitar.
Pengendalian hama dalam pertanian organik
dengan menggunakan petisida organik bukanlah suatu keharusan yang harus
dilakuakn. Karena sesuai dengan pengalaman dilapangan bahwa hama itu tidak
selamanya harus dikendalikan dengan menggunakan racun. Maka hal itulah yang
membutuhkan pengamatan secara berkala untuk menentukan waktu penggunaan
pestisida.
Pada awal
tahun 80-an pestisida dianggap sebagai suatu jaminan akan keberhasilan bertani.
Tanpa pestisida hampir dipastikan kegiatan pertanian tidak akan berhasil secara
optimal dan sebaliknya dengan pestisida kegiatan bertani dijamin
keberhasilannya. Pada waktu itu, penggunaan pestisida didukung oleh pemerintah
melalui Bimas – Inmas sehingga penyaluran pestisida ke desa-desa berjalan
lancar. Dengan pemberian subsidi yang besar, yaitu mencapai 80 %, terhadap
pestisida mengakibatkan harganya menjadi murah sehingga para penyuluh pun
gencar mempromosikan penggunaan pestisida. Satu hal yang lebih mendorong
penggunaan pestisida saat itu adalah dalam perlombaan hasil intensifikasi,
frekuensi penyemprotandijadikan salah satu kriteria : makin banyak menyemprot
makin tinggi angka yang diperoleh.
Petani
sering berpikir bahwa pemakaian pestisida adalah satu-satunya jalan keluar
untuk mengendalikan hama, dan petani akan merasa tertolong secara sempurna
dengan adanya bantua racun. Jika belum menggunakan racun maka sirnalah harapan
petani untuk mendapatkan hasil, tetapi sebenarnya hal itu tidak tepat.
Pemikiran inilah yang sudah dibuktikan oleh petani sejak dimulainya program
revolusi hijau. Dimana pemerintah menganjurkan untuk menggunakan pupuk dan
pestisida untuk membantu meningkatkan produksi pangan. Dan dibuktikan pada
tahun 1985 indonesia berhasil menjadi negara pengekspor beras namun han itu
tidak bertahan lama. Pada saat itu perusahaan pestisida di Indonesia menjadi
ladang bisnis yang paling menguntungkan. Namun, pada puncak kejayaan pestisida,
yaitu sekitar tahun 1984-985, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida. Beberapa dampak
negatif tersebut di antaranya kasus keracunan pada manusia, ternak peliharaan,
polusi lingkungan, dan hama menjadi resisten.
Macam-macam pestisida hayati:
1. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Virus
NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak
dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra dan bereplikasi
di dalam inti sel (nukleus). NPV memiliki badan inklusi berbentuk polihedral
yang merupakan kristal protein pembungkus virion dengan diameter 0.2 – 20 mm.
Kristal protein ini disebut dengan protein polihedrin yang berukuran kurang
lebih 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal protein ini berfungsi sebagai
pelindung infektifitas partikel virus dan menjaga viabilitasnya di alam serta
melindungi DNA virus dari degradasi akibat sinar ultra violet matahari.
VIR-L dan VIR-X yang berbahan aktif SeNPV dan
SlNPV diaplikasikan dengan alat semprot, sama seperti yang digunakan untuk
menyemprot pestisida (knapsack sprayer). Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk
mengendalikan ulat instar 1 – 3. Penyemprotan sebaiknya diarahkan ke permukaan
daun bagian bawah dan dilakukan pada sore atau malam hari agar tidak langsung
terkena pengaruh sinar matahari, disamping itu ulat grayak Spodoptera memiliki
sifat nocturnal yaitu mencari makan pada malam hari.
2. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Bakteri
Bakteri bisa menekan pertumbuhan patogen dalam
tanah secara alamiah, beberapa genus yang banyak mendapat perhatian yaitu
Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas.
Pseudomonas sp. telah diteliti sebagai agen
pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Strain P.fluorescens dan P. putida yang
diaplikasikan pada umbi kentang telah menggalakkan pertumbuhan umbi kentang.
Pseudomonas pendarfluor meningkatkan hasil panen umbi kentang 5-33%, gula beet
4-8 ton/ha. dan menambah berat akar tumbuhan radish 60-144%. Strain ini dan
strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri perangsang per
tumbuhan tanaman (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria, PGPR). Sebutan sebagai
rizobakteri pada bakteri Pseudomonas spp. Kemampuan PGPR sebagai agen
pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat
makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida,
antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan pathogen.
Baru-baru ini telah dibutikan bahwa Pseudomonas
spp. dapat menstimulir timbulnya ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur
patogen akar, bakteri dan virus. Bahwa ekstrak lipopolisakarida (LPSs) dari
membran luar P.fluorescens menyebabkan ketahanan sistemik terhadap infeksi
Fusarium oxysporom f.sp. dianthi pada tumbuhan bunga carnation. Sianida yang
dihasilkan P. fluorescens stroin CHAO merangsang pembentukan akar rambut pada
tumbuhan tembakau dan menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab
penyakit busuk akar, diduga bahwa sianida mungkin penyebab timbulnya ketahanan
sistemik (ISR). Siderofor pyoverdine dari P. fluorescens strain CHAO adalah
sebab timbulnya ketahanan sistemik pada tumbuhan tembakau terhadap infeksi
virus nekrosis tembakau.
3. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Nematoda
Cara nematoda menyerang hama adalah nematoda
masuk ke dalam tubuh larva serangga melalui lubang tubuh alami seperti
spirakel, anus, atau termakan oleh larva serangga. Setelah berada di dalam
tubuh larva, nematoda langsung melepaskan bakteri simbiosisnya ke dalam usus
larva serangga. Bakteri inilah yang membunuh larva dengan cara mengeluarkan zat
yang bersifat antibiotik atau racun terhadap serangga.
Dalam waktu 1-2 hari larva mati. Larva yang
mati biasanya ditunjukkan dengan gejala yang khas tergantung warna permukaan
tubuh ulat. Ulat hongkong yang terserang nematoda ini menunjukkan gejala warna
tubuh coklat kehitaman, tubuh lembek dan sedikit mengeluarkan cairan. Setelah
larva mati, nematoda memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di
dalam tubuh larva tersebut. Selanjutnya induk nematoda menghasilkan 2-3
generasi baru di dalam tubuh inangnya tersebut. Setelah nutrisi di dalam tubuh
larva tersebut habis maka nematoda melakukan migrasi dengan cara keluar dari
tubuh larva dan mencari inang lain.
4. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Jamur
Dalam pengaplikasiaannya banyak sekali
pestisida hayati yang aman digunakan di dalam pengendalian hama. Berikut ini
adalah penggunaan jamur di dalam pengenndalian hayati. Contoh jamur yang kami
gunakan di dalam makalah ini adalah Beauveria bassiana.
Beauveria bassiana Pengendali Walang Sangit
Serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi pertanian.
Untuk pengendalian OPT, jalan pintas yang sering dilakukan adalah menggunakan
pestisida kimia. Padahal penggunaan pestisida yang tidak bijaksana banyak
menimbulkan dampak negatif, antara lain terhadap kesehatan manusia dan
kelestarian lingkungan hidup. Memperhatikan pengaruh negatif pestisida tersebut,
perlu dicari cara-cara pengendalian yang lebih aman dan akrab lingkungan. Hal
ini sesuai konsepsi pengendalian hama terpadu (PHT), bahwa pengendalian OPT
dilaksanakan dengan mempertahankan kelestarian lingkungan, aman bagi produsen
dan konsumen serta menguntungkan petani. Salah satu alternatif pengendalian
adalah pemanfaatan jamur penyebab penyakit pada serangga, yaitu jamur patogen
Beauveria bassiana.
Laboratorium BPTPH Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta telah mengembangkan dan memproduksi secara massal jamur patogen
serangga B. bassiana sebagai insektisida alami. Berdasarkan kajian jamur B.
bassiana efektif mengendalikan hama walang sangit, wereng batang coklat, dan
kutu (Aphis sp.).
CARA KERJA B. bassiana.
CARA KERJA B. bassiana.
Jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang
melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur
yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang
membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.
Penembusan dilakukan secara mekanis
dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur akan berkembang
dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati.
Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan
memproduksi konidia. Namun apabila keadaan kurang menguntungkan perkembangan
jamur hanya berlangsung di dalam tubuh inang.
GEJALA SERANGAN
Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan
mati dengan tubuh mengeras seperti mumi, dan jamur menutupi tubuh inang dengan
warna putih.
HAMA SASARAN
Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175
jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil
kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa
oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi
serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran.
KEUNGGULAN
Beberapa keunggulan jamur patogen serangga B. bassiana sebagai pestisida alami, yaitu :
Beberapa keunggulan jamur patogen serangga B. bassiana sebagai pestisida alami, yaitu :
1.
Selektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak membahayakan serangga lain
bukan sasaran, seperti predator, parasitoid, serangga penyerbuk, dan serangga
berguna lebah madu.
2. Tidak
meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada
aliran air alami.
3. Tidak
menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman.
4. Mudah
diproduksi dengan teknik sederhana.
Untuk memperoleh hasil pengendalian yang
efektif, penyemprotan sebaiknya dilakukan sore hari (pukul 15.00 – 18.00) untuk
mengurangi kerusakan oleh sinar ultraviolet. Formulasi B. bassiana
sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk untuk mempertahankan efektivitasnya,
dan sedapat mungkin dihindarkan dari pengaruh panas secara langsung.
E. KESIMPULAN
Pada umumnya pestisida
sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini
berbeda dengan pestisida hayati, sebagai contoh insektisida nabati yang umumnya
tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti berikut:
1.Menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang
menyengat
2.Menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya
disebabkan rasa yang pahit
3.Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses
penetasan telur
4.Racun syaraf
5.Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga
6.Sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan
sebagai perangkap
Pestisida dari bahan
nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi
sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan
dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan
dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
http://goorganic-2010.blogspot.com/2009/12/pestisida-hayati.html. Diakses pada tanggal
22 Oktober 2011.
http://www.lestarimandiri.org/id/pestisida-organik.html Diakses pada tanggal
22 Oktober 2011.
http://pertanianorganik-yuliusbari.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 26Oktober 2011.