Cari Blog Ini

Jumat, 16 November 2012

Hama Pada Karet

TUGAS PENGELOLAAN PERKEBUNAN KARET
“Hama Pada Karet”

A.  Rayap
µ    Bioekologi
Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) termasuk ke dalam ordo Isoptera dan family Rhinotermitidae. Rayap yang ditemukan di daerah tropis jumlah telurnya dapat mencapai ± 36000 sehari bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun.
Bentuk telur rayap ada yang berupa butiran yang lepas dan ada pula yang berupa kelompok terdiri dari 16-24 butir telur yang melekat satu sama lain. Telur-telur ini berbentuk silinder dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 1-1,5 mm. Telur C. curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Nandika dkk, 2003).
Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai kemudian berkembang menjadi kasta pekerja, prajurit dan calon laron (Nandika dkk, 2003).
Kepala berwarna kuning, antenna, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandible 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6mm. Bagian abdomen ditutupi dengan yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk, 2003).
Dalam biosfera, pada dasarnya rayap merupakan bagian dari komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting, seperti dapat membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara menghancurkan kayu untuk mengembalikannya sebagian unsur hara dalam tanah. Namun karena perubahan kondisi habitat akibat aktifitas manusia, sangat potensial mengubah status rayap menjadi serangga hama yang merugikan.
Serangga ini memang tidak mengenal kompromi dan melihat kepentingan manusia, dengan merusak mebel, buku-buku, kabel-kabel listrik, telepon, serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya, rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa sentimeter.
Serta apapun bentuk konstruksi bangunan gedung, seperti slab, basement atau crawl space, dapat ditembusnya lewat lubang terbuka atau celah sekecil satu per-enam empat inci. Baik celah pada slab di sekitar celah kayu atau pipa ledeng, serta celah antara pondasi dan tembok, maupun pada kuda – kuda atap. Atau rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga mencapai kuda – kuda dan di seluruh permukaan tembok.
Beberapa faktor pendorong serangan rayap pada bangunan, antara lain banyaknya kayu yang tertimbun di dalam tanah saat pembangunan, adanya celah pada pondasi tembok, sistem ventilasi kurang baik, kayu yang berhubungan langsung dengan tanah, dan kondisi bio-fisik tapak bangunannya itu sendiri yag menguntungkan kehidupan rayap.
Bagian komponen bangunan yang rawan terhadap serangan rayap adalah balkon, teras, sambungan talang air hujan, kerangka atap, ventilasi, hubungan antara dinding bata dan ampik kayu, serta hubungan antara dinding bata dan atap. Juga sudut dinding, hubungan sudut antara kusen dan dinding batu, pasangan dinding batu yang berhubungan dengan bak bungan, retak – retak pada dinding bata, serta hubungan antara dinding dengan pondasi.







Ada 3 Jenis Kasta Rayap :
1. Rayap Kasta Reproduksi
Kasta Reproduktif
Kasta Reproduktif
Terdiri atas individu-individu seksual yaitu rayap betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya hanya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu
Laron/Alates
Laron/Alates
sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk “ratu” atau “raja” baru dari individu lain (biasanya dari kasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten. Jadi, dengan membunuh ratu atau raja kita tak perlu sesumbar bahwa koloni rayap akan punah. Bahkan dengan matinya ratu, diduga dapat terbentuk berpuluh-puluh neoten yang menggantikan tugasnya untuk bertelur.

Dengan adanya banyak neoten maka jika terjadi bencana yang mengakibatkan sarang rayap terpecah-pecah, maka setiap pecahan sarang dapat membentuk koloni baru.

2. Kasta Prajurit / Soldier.
Rayap Prajurit
Rayap Prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui “suara” tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati. Mandibel bertipe gunting (yang bentuknya juga bermacam-macam) umum terdapat di antara rayap famili Termitidae, kecuali pada Nasutitermes ukuran mandibelnya tidak mencolok tetapi memiliki nasut (yang berarti hidung, dan penampilannya seperti “tusuk”) sebagai alat penyemprot racun bagi musuhnya.




3. Kasta Pekerja / Worker.
Rayap Pekerja
Rayap Pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya melulu hanya bekerja tanpa berhenti hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan — membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri.

µ    Gejala serangan
Bagian ujung stum atau tanaman karet mudah rusak, terkihat bekas gerekan. Bagian dalam batang terdapat lubang besar dari ujung stum sampai akar. Akar tanaman akan teputus-putus bahkan tidak lagi berujung akar.

µ    Pengendalian
1. Pengendalian rayap pada bangunan dapat dilakukan secara pra kontruksi maupun pasca kontruksi. Perlakuan keduanya meliputi perlakuan tanah (soil treatment) dan perlakuan kayu (wood treatment). Metode perlakuan tanah secara pra-kontruksi yaitu meyemprot galian pondasi dan lantai tanah dengan larutan kimia (termisida). Sedangkan untuk pasca kontruksi dengan mengebor sisi-sisi dinding bangunan, kemudian diinjeksi dengan larutan kimia (termisida).
2. Pengendalian rayap pada perkebunan dapat dilakukan secara Pengendalian mekanis dilakukan dengan membongkar sarang-sarang rayap yang menyerang tanaman karet, membakar sarang dan sisa-sisa tumbuhan yang dapat dijadikan sarang oleh rayap. Selain itu pada tanaman perkebunan dapat dibuat sarang-sarang buatan untuk memancing rayap yang ada diseputar kebun. Sarang tersebut dibuat dengan cara menggali tanah dengan ukuran 1x2m, kedalaman 1 m kemudian pada lubang tersebut diisi dengan sisa-sisa tunggul kayu-kayu yang ada disekitar kebun dan disenangi oleh rayap. Kayu yang diisi dalam lubang sampai rata dengan permukaan tanah. Permukaan lubang ditutupi dengan tanah setebal 5cm.
Untuk memacing rayap untuk mendiami sarang perangkap, dilakukan upaya pembersihan pokok-pokok tanaman yang disinyalir diserang oleh rayap. Dilakukan dengan cara pembongkaran atau menebarkan insektisida sehingga rayap tersebut pergi dan mencari sarang baru. Setelah rayap membentuk koloni dalam jumlah besar pada sarang perangkap dilakukan pengendalian dengan cara menyemprotkan insektisida Marshal 200EC (bahan aktif karbosulfan) atu bisa juga dengan cara menyemprotkan insektisida regent 50 EC (bahan aktif fipronil) dengan konsentrasi 1,5-2,5 cc/liter air pada pohon terserng.
Untuk mencegah hama rayap juga dapat dilakukan dengan menanam tanaman pestisida nabati yang tidak disukai oleh rayap seperti Tanaman Tuba (Derris sp) pada areal tanaman perkebunan(Anonymaous2, 2012).

2. Babi
µ    Bioekologi babi
Taksonomi babi hutan dalam biologi adalah sebagai berikut:
Kerajaan          : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Mammalia
Ordo                : Artiodactyla
Famili              : Suidae
Genus              : Sus
Spesies            : Sus scrofa
Binatang ini sangat pandai menyesuaikan diri, dan makan segala macam makanan. Mereka cepat sekali berkembang biak, meskipun sering diburu manusia ataupun dijadikan mangsa oleh binatang buas di rimba. Kakinya punya empat jari, jari belakang lebih kecil yang sangat membantunya kalau berjalan di atas tanah berlumpur. Babi selalu aktif siang dan malam, tetapi suka makan waktu pagi dan senja
Sebagian besar babi hutan aktif pada malam hari, tetapi juga secara periodik pada siang hari, terutama ketika cuaca sejuk. Makanannya meliputi buah-buahan yang jatuh dan biji-bijian, akar-akaran dan bahan tumbuhan lainnya, cacing tanah, dan binatang kecil lainnya. Tidak sedikit babi hutan yang merusak di perkebunan dan memakan bagian tumbuh pohon palem muda dan buah coklat. Populasi kecil menjadi penetap dan beradaptasi dengan hutan sekunder dan kebun. Sarang babi hutan terbuat dari anakan pohon dan perdu yang digigit atau dikoyakkan dan dionggokkan di atas tanah (Payne dkk., 2000).
Babi hutan jantan dewasa biasanya bergerak dan mencari makan sendiri (soliter), sedangkan yang betina hidup bersama dengan anak-anaknya dalam kelompok 4-50 ekor. Musim kawin ditandai dengan bergabungnya babi hutan jantan dewasa dengan kelompok betina. Seekor babi hutan betina dapat beranak sampai 12 ekor dengan masa bunting 110 hari. Induk babi tersebut dapat beranak lagi setelah 7-8 bulan setelah masa beranak sebelumnya (Sudharto dan Desmier de Chenon, 1997). Mereka menggunakan suaranya untuk berkomunikasi, termasuk untuk memperingatkan adanya bahaya (alarm call) yang mengancam.

µ    Gejala
Daun tanaman karet yang masih muda tidak terbentuk, bahkan bisa terjadi pohon tanpa daun. Kulit batang tanaman yang masih muda tampak terkerat serta tanah disekitarnya terbongkar.
µ    Pengendalian
Berikut ini metode yang sering di lakukan petani kecil dalam menanggulangi dan memberantas hama babi hutan:
  1. Buat Kandang Keliling kebun
Sistem ini sudah umum di lakukan setiap petani dengan membuat kandang keliling menggunakan kayu untuk membuat kandang keliling perkebunan karet
  1. Mengunakan Kaleng bekas dan kawat seng
Cara ini bisa di gunakan sebagai antisipasi agar babi tidak masuk perkebunan karet. Dengan langkah – langkah  sebagai berikut :
- Siapkan kawat seng dan kaleng bekas secukup nya sesuai dengan kebutuhan perkebuanan yang akan di pasang system ini.
-Sebelum nya beri lubang kaleng bekas agar bisa memasukan kawat seng tadi..
-Pasangkan keliling ke sekeliling kebun karet dengan menggunakan pancang atau tajir agar kaleng tadi tergantung suatu saat babi masuk akan terkena kaleng tadi babi akan takut. Tehnologi ini sangat murah dan banyak di seputar lingkungan kita
3.   Buat jebakan atau perangkap babi
Babi pada dasar nya kalau masuk kelahan perkebunan system rombongan dengan jalan yang sama sewaktu babi masuk awalnya.Ini bias di siasati dengan membuat jebakan atau perangkap yang mengkibatkan babi terperangkap
4.   Memasang waring atau jaring nylon
Cara ini hampir sama dengan system kandang keliling dan pakai kaleng bekas tetapi ini media nya mengunakan Waring atau jaring nylon yang sering kita temui di pasaran berwarna hitam,biasanya sering di gunakan petani untuk membuat keramba ikan.
  1. Menggunakan media hewan yang mati atau bangkai
Hama Babi hutan sangat suka terhadap bangkai hewan yang mati termasuk bangkai babi itu sendiri.Ini bisa di manfaatkan untuk memutus perkembang biakan hama babi itu sendiri. Cara Membuat media nya sebagai berikut :
-Hewan yang mati atau bangkai tadi di potong – potong kecil
-Lalu masukan racun yang di bungkus kantong plastik kecil kedalam bangkai binatang yang telah mati
-Setelah itu letakan di pinggir kebun karet yang sering di serang  hama babi hutan
  1. Menggunakan Hewan peliharaan
Hewan peliharaan di sini maksudnya anjing.Babi takut terhadap suara anjing karena selain suara anjing juga berani terhadap hama babi hutan terutama jenis anjing pemburu.
  1. Beburu Hama babi hutan
Perburunan terhadap babi hutan petani masih mengunakan anjing dan tombak.Jenis perburuan babi hutan ini di lakukan secara bersama-sama oleh petani itu sendiri.Bisa juga secara sersama mengundang pihak yang terkait untuk beburu hama babi hutan.
  1. Membuat lubang keliling di  perkebunan karet
Cara ini sangat jarang di lakukan petani kecil tetapi banyak di lakukan oleh perusahaan perkebunan besar.
9.  Mengunakan Media Umbi-umbian
Media jenis ini metode pembuatanya sama dengan menggunkan media hewan mati atau bangkai
10. Memakai minyak babi
Di beberapa tempat daerah ada petani yang menggunakan cara ini yaitu memakai minyak babi.Tetapi masih mitos belum bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.
Minyak babi tersebut berasal dari daerah pertanian lain sebagai penangkal agar babi tidak masuk ke perkebunan.Minyak babi tersebut di oleskan pada pakai bekas di tempatkan pada sekeliling kebun karet lalau di beri tajir atau pancang dan di tutup dengan bekas minuman ringan agar tidak kena hujan, karena yang di butuhkan adalah aroma minyak babi tersebut meyebar ke sekeliling kebun.






3.    Kera
µ    Bioekologi
M. fascicularis termasuk sub suku Cercophitecinae atau Cheek Pounch Monkey atau monyet dengan kantung pipi. Terdapat 11 jenis dalam suku ini di Indonesia. Jenis yang paling mirip adalah beruk (Macaca nemestrina).
Panjang tubuh kera dewasa sekitar 40-50 cm belum termasuk ekor dengan berat 3 -7 kg. Sementara panjang ekor 1 hingga 1,5 kali panjang tubuh berikut kepala dengan warna coklat keabu-abuan atau kemerah-merahan. Bulunya berwarna coklat abu-abu hingga coklat kemerahan sedangkan wajahnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidungnya datar dengan ujung hidung menyempit. Kera ini memiliki gigi seri berbentuk sekop, gigi taring dan geraham untuk mengunyah makanan.
Kera ini merupakan jenis satwa yang hidup berkelompok, dimana bisa mencapai hingga 30 ekor dalam tiap kelompok. Biasanya dalam setiap kelompok ada seekor adult male (jantan dewasa) yang menjadi pemimpin dan mendominasi anggota yang lain. Hirarki dalam komunitasnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, ukuran tubuh dan keahlian berkelahi. Mereka memasuki masa kawin pada umur enam tahun untuk pejantan dan empat tahun untuk betina. Jangan harap ada kesetiaan dalam komunitas ini. Karena pejantan biasanya kawin dengan banyak betina.
Sebagai golongan omnivora yang memakan daging dan tumbuhan. Makanannya bervariasi dari buah-buahan, daun, bunga, jamur, serangga, siput, rumput muda, dan lain sebagainya. Bahkan kera ini kerap pula memakan kepiting. Tetapi, 96 % konsumsi makanan mereka adalah buah-buahan.


µ    Serangan
Kera ekor panjang merusak bagian pucuk daun dan merusak kulit batang tanaman yang masih muda. Akibat aktifitas hama ini adalah banyak tanaman yang mengalami patah dan pucuk tanaman rusak, sehingga pertumbuhan tanaman tergangu.

µ    Pengendalian
Pengendalian kera ekor panjang ini adalah dengan menangkap serta menangkarkannya atau dengan cara menembaknya dengan senapan.

4.    Tungau
µ    Bioekologi
Bioekologi Tungau Merah meliputi: 1. Telur; Telur berbentuk bulat, berwarna kekuning-kuningan jernih, produksi telur tiap hari menghasilkan 10 butir, telur menetas dalam waktu 4-7 hari.2. Larva; Larva muda bertungkai 3 pasang, sedangkan larva dewasa tungkainya terdiri dari 4 pasang, tungkai dan mulutnya berwarna putih. 3. Imago; Pada tungau dewasa berbentuk oval , dan berwarna merah, tungau aktif pada siang hari dan menyukai tinggal di permukaan bawah daun yakni terlihat seperti ada tepung putih yang merupakan bekas telur dan kulit tungau.Gejala Serangan; Daun yang terserang terlihat bintik-bintik berwarna kekuning kuningan pada pangkal daun sepanjang tulang daun, bintik-bintik ini kemudian bersatu hingga membentuk warna karat pada daun tanaman yang diserang, apabila serangan yang berat menyebabkan daun menjadi kering dan terjadi kerontokan seluruh daun, pucuk-pucuk yang terserang pertumbuhannya menjadi terhambat, mengalami kekerdilan dan salah bentuk.
µ    Serangan
Daun dan tanaman muda di areal pembibitan rusak dan patah-patah. Pada bagian daun yang paah terdapat alur jalan berwarna keperakan mengkilap. Ditempat teduh dapat ditemukan banyak sekali telur dari tunggau.

µ    Pengendalian
(a). Sebaiknya ubi kayu ditanam dilahan pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau dengan tenggang waktu maksimum 2 bulan, varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam antara lain Adira 1,Adira 2, Adira 4, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. (b). sanitasi kebun setelah panen, sisa-sisa tanaman dibersihkan kemudian dibakar. (c). Pengolahan tanah secara sempurna. (d). Pergiliran tanaman dengan palawija atau tanaman lainnya. (e). Penggunaan varietas agak tahan (Adira 1, Adira 2, Adira 4,  Malang 1,dan Malang-4) dan varietas agak peka yaitu (Darul Hidayah, Malang-6, UJ-3). Cara Biologi dengan memanfaatkan beberapa pemangsa yang berfungsi untuk mengendalikan tungau merah antara lain dari famili Coccinellidae (Stethorus sp.), Staphylinidae (Oligota minuta), Cecidomyiidae, Thysanoptera, Phytoseidae (Typhlodromus limonicus, T. Rapax) dan Anthocoridae (Orius insidous dan O. minuta), Cara mekanis dengan cara penyemprotan air beberapa kali agar tungau larut tercuci bersama air. Sedangkan cara kimia, diberantas dengan akarisida yang dianjurkan seperti  Thiodan 35 EC 0,15%, Kelthane MF 0,2%, Morestan 25 WP 0,2%, Moracide 40 EC 0,2%, atau dengan Folidol 0,06%. Penyemprotan dilakukan dengan selang waku lima hari dan diunjukan langsung ke pucuk serta permukaan bawah daun. Untuk menekan perkembangbiakan tungau di perkebunan, dapat juga digunakan gas belerang yang diberikan dengan cara dihembuskan.

Sumber:
http://brasto.net/sekilas-hama-rayap-2. diakses tanggal 4 November 2012.
http://kliniksawit.com/hama-sawit/babi-hutan.html. diakses tanggal 4 November 2012.
http://bptphjawabarat.blogspot.com/2012/04/merah-tetranycus-bimaculatus-pada-ubi.html
Penulis, Tim. 2008. Panduan Lengkapb Karet. Penerbit Swadaya: Depok.

PENYAKIT EMBUN TEPUNG


PENYAKIT PENTING TANAMAN KARET
“PENYAKIT EMBUN TEPUNG”


            Di Indonesia penyakit embun tepung (powdery mildew, Ingg: melldauw, Bld.) untuk pertama kalinya ditemukan di Malang, Jawa Timur, pada tahun 1916 Arnes, 1918). Di Sumatera Utara penyakit baru diketahui tahun 1928. Menurut Keuchenius (1931) penyakit menyebabkan kerugian 5-20% tergantung dari tempat dan musimnya.
            Embun tepung pada karet juga terdapat di Malaysia, Thailand, Indonesia, Papua Nugini, Sri Lanka, India, Afrika Barat, Afrika Tengah dan Afrika Timur. Di Malaysia dan Sri Langka penyakit ini tergolong penyakit penting, khususnya Sri Lanka (Turner, 1974, Wastie, 1975). Penyakit belum terdapat di Amerika Selatan (Cheee dan Holiday, 1986).
            Embun tepung menyebabkan gugurnya daun-daun muda yang baru terbentuk sesudsh tanaman meranggas ( masa gugur daun tahunan ). Gugurnya daun-daun baru karena embun tepung sering disebut gugur daun sekunder. Jika cuaca membantu, embun tepung dapat menyebabkan gugur daun beberapa kali. Tanaman terpaksa membentuk daun muda berulang-ulang dengan memakai banayak cadangan pati yang terdapat dalam batang. Ini dapat melemahkan tanaman, yang seterusnya dapat mengurangi produksi lateks, menghamabat perkembangan lilit batang dan pemulihan kulit. Dengan demikian embun tepung dapat menimbulkan kerugian yang berkepanjangan.

a.    Gejala
Daun-daun muda yang baru saja berkembang (warnanya masih cokelat) tampak suram. Umumnya daun-daun ini menjadi lemas dan tepi-tepinya agak mengeriting. Dalam waktu beberapa hari anak-anak daun menjadi hitam dan gugur daun satu per satu, sehingga tinggal tangkainya saja, yang akhirnya akan gugur juga. Di bawah tanaman yang sakit terdapat banyak daun muda di atas tanah. Kalau tanaman sakit diguncang, daun-daun mudanya akan berguguran.
Pada daun-daun yang agak tua terjadi hanya 1 atau 2 anak daun yang rontok,.
lainnya tetap berada di pohon.
            Pada permukaan daun yang sakit terdapat bercak-bercak seperti beludru halus, yang terdiri atas miselium dan konidiofor jamur beserta dengan konidiumnya. Lapisan ini dapat menutup seluruh permukaan daun, bahkan sering juga permukaan atasnya.
            Pada daun yang sakit yang tidak gugur penyakit dapat menyebabkan terjadinya bercak kering yang besar, bentuknya tidak teratur, dan tidak mempunyai batas tegas.
            Penyakit dapat timbul pada tandan-tandan buah, yang dapat menyebabkan sangat berkurangnya pembentukan buah.

b.    Penyebab Penyakit
Embun tepung disebabkan oleh Oidium haveae Stein. Sehingga penyakit ini disebut penyakit Oidum. Jamur mempunyai miselium tidak berwarna, yang menjalar pada permukaan epidermis, membentuk haustorium yang menembus epidermis dan menhisap makanan dari sel-sel jaringan di bawahnya. Miselium membentuk konidiofor (pendukung konidium), yang berbeda pada kebanyakan Oidium, O. haveae hanya mempunyai satu konidium pada tiap konidiofor (jarang 2). Konidium berbentuk tong (ellipsoid), 28-42 x 14-23 um, tidak berwarna dan didalamnya terdapat beberapa vakuola besar.
Telemorf (stadium seksual) jamur ini belum pernah ditemukan.

c.    Daur Penyakit
Spora (konidum) jamur mudah dipencarkan oleh angin, lebih-lebih karena spora dalam jumlah yang sangat banyak itu terbentuk dalam musim kering. Spora terutama dipancarkan siang hari pada saat banyak angin, yang menyebabkan spora terangkut jauh. Spora mengendap pada permukaan daun muda di waktu petang, pada saat kelembaban udara meningkat dan suhu berkurang, sehingga terjadi kondisi yang membantu pertumbuhan jamur.
Di kebun-kebun selalu terdapat sumber infeksi. Pada daun-daun muda selalu terdapat Oidium sedikit-sedikit. Juga jamur dapat bertahan pada semaian-semaian karet liar yang tumbuh di kebun. Jamur yang dapa bertahan pada Euphorbia pilulifera L. (E. hirta L.), satu gulma yang sering terdapat di kebun karet (patikan). Di India diberitakan bahwa jamur dapat memarasit jarak pagar (Jathropha curcas L.), tetapi di sini hal tersebut belum pernah ditemukan.

d.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Berbeda dengan penyakit daun karet pada umumnya, embun tepung adalah penyakit cuaca kering. Di kebun-kebun karet dataran rendah penyakit terutama timbul pada waktu flush, sehabis tanaman meranggas, di Jawa biasanya berlangsung pada bulan juli sampai September. Daun-daun muda yang baru saja berkembang dan mempunyai kutikula yang sangat tipis ini rentan terhadap Oidium.
Untuk perkembangannya jamur tepung memerlukan syarat yang berbeda dengan jamur-jamur lain pada umumnya. Perkecambahan spora memerlukan cuaca yang lembap, tetapi permukaan daun harus kering. Adanya air bebas (cair) merugikan Oidium, perkembangan penyakit sangat dibantu oleh sedikit hujan, tidak banyak sinar matahari, dan suhu yang agak rendah. Cuaca kering tidak merugikan, sepanjang tidak disertai suhu tinggi.
Kebun-kebun yang lebih tinggi letaknya mendapat ganguan yang lebih berat. Di tempat yang lebih tinggi dari 300 m serangan Oidium berlangsung sepanjang tahun. Dari penelitian di Malaysia diketahui bahwa pertumbuhan jamur yang opimum terjadi pada suhu 150-160 (600 F) dan kelembaban nisbi 75-80%.
Di dataran rendah embun tepung akan berhenti jika hujan sudah cukup banyak sehingga permukaan daun selalu basah.
Macam-macam klon karet mempunyai sifat meranggas yang berbeda-beda, yang menyebabkan berbeda-beda pula reaksinya terhadap embun tepung. Klon-klon yang meranggas awal dan yang meranggas dengan teratur kurang mendapat serangan.
Klon PR 107, AVROS 2037, dan AVROS 385, yang awal menggugurkan daunnya, umumnya bebas dari penyakit. Sebaiknya klon-klon yang mulai bergantung daun paling akhir seperti WR 101 dan GT 1 dan klon-klon yang meskipun agak awal menggugurkan daunya tetapi proses penggugurannya terlalu lama, misalnya klon BD 5 akan menderita serangan Oidium.
Klon LCB 870 mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap Oidium. Menurtu Young (1950) ketahanan ini disebabkan karena LCB 870 membentuk kutikula lebih cepat pada daun-daun mudanya. Pada kebanyakan klon karet pemasakan kutikula memerlukan waktu lebih dari 18 hari, terhitung mulai pecahnya tunas (bund break). Sedang klon LCB 870 hanya memerlukan waktu 10 hari untuk menyelesaikan proses ini.
Demikian pula dengan perkembangan kutikula yang lambat pada daun-daun semai yang berada di tempat yang lebih rendah menyebabkan tanaman-tanaman ini lebih rentan terhadap Oidium. Kebun-kebun yang berasal dari semai (seedling) biasanya mendapat serangan yang lebih berat, karena pengguguran daunnya tidak bersamaan.

e.    Peramalan
Dari penelitian di Laboratorium diketahui bahwa ketahanan konidium sangat mundur dalam udara kering pada suhu di atas 320 C. infeksi paling banyak terjadi pada 230 C-250 C infeksi tidak terjadi. Periode infeksi akan timbul jika suhu kurang dari 320 C dan kelmbaban nisbi 90% atau lebih selama sekurang-kurangnya 13 jam terus-menerus. Daun-daun muda akan gugur 7-10 hari sesudah periode infeksi tadi (7-10 hari adalah masa inkubasi pemyakit).

f.     Pengelolaan Penyakit
µ    Secara langsung
Sekitar tahun 1930 embun tepung dikendalikan dengan penyerbukan belerang. Penyerbukan dilakukan setelah kurang lebih 10-20% dari pohon dalam kebun iu membentuk tunas, dan setelah terlihatnya bercak Oidium yang pertama. Untuk keperluan ini setiap kali pakai 10-12 kg belerang cirrus per ha. Penyerbukan ini dilakukan dengan alat-alat bermotor dengan ulangan 7-10 hari sekali. Biasanya dalam satu masa flush diperlukan 5-6 kali penyerbukan.
Penyerbukan harus dilakukan pagi-pagi benar pada waktu ada embun, antara pukul 3 dan 7 pagi.  Pengaruh Setelah pukul 7 pagi biasanya terjadi turbulensi udara yang menyebabkan serbuk belerang tidak dapat mengendap pada permukaan tanaman. Sedapat mungkin alat penyerbuk dijalankan tegak lurus dengan arah angin kecepatan 3,5 km/jam. Tepung belerang dapat membunuh Oidium yang terletak 1 cm darinya. Dikatakan bahwa belerang act at a distance, yang diduga karena belerang bekerja sebagai uap. Oleh karena itu pengaruh belerang akan meningkat bila ada sinar matahari langsung.
Selain belerang cirrus, belerang lumpur (zwavelmodder) pun dapat dipakai. Namun harus diingat bahwa belerang lumpur adalah higroskopik, sehingga belum dipakai harus lebih dahulu dan dicampur dengan kapur 10%. Belerang cirrus tidak higroskopik, tetapi harganya lebih mahal.
Sejak tahun 1930-an di Indonesia sudah tersedia beberapa merek mesin penyerbuk belerang. Bahkan pada tahun 1929 pernah dilakukan penelitian penyerbukan belerang dengan pesawat terbang (Tengwall, 1929/1930), suatu langkah yang sangat maju pada saat itu. Dengan cara ini selama 30 menit dapat diserbuk kebun karet seluas 42 ha. Tetapi, menurut pehitungan pada waktu itu penyerbukan udara memerlukan biaya yang lebih tinggi daripada penyerbukan dari darat.
Untuk pembibitan dapat dilakukan penyemprotan dengan tepung belenrang yag disuspensian dalam air dengan kadar 5-6%. Belerang sukar tercampur dengan air, unuk ini diperlukan sabun, lerak dan lain-lain pembasah (wetting agent).
Dengan memanfaatkan peramalan tersebut diatas penyerbukan yang 5-6 kali dapat dihemat menjadi 3 kali dengan hasil yang sama. Di sini penyerbukan pertama harus dilakukan segera setelah adanya periode infeksi pertama sesudah pembentukan daun-daun baru, jadi berkembangnya embun tepung. Di Malaysia terbukti bahwa tridemorf dalam kadar yang rendah (0,02-0,04%) dapat bertindak sebagai anti-sporulan. Untuk keperluan ini dipakai tridemorf yang diformulasikan dalam minyak semprot (spray oil) dan dikabutkan dengan thermal fogging, misalnya dengan memakai mesin pengabut tifa.
Untuk mengendalikan embun tepung pada karet fungisida yang dianjurkan sekarang adalah triadimefon, triadimenol, dan polipikonazol.

µ    Secara tidak langsung
Kebun karet akan terhindar dari serangan Oidium jika dapat betunas serempak lebih kurang satu bulan sebelum brkembangnya jamur yang bersangkutan. Utnuk mencapai tujuan ini daun-daun digugurkan secara sengaja, lebih kurang satu bulan sebelum meranggas. Kebun disemprot dari udara dengan alat penggugur daun kontak (contact defoliant), cacodylic acid (dimethyl arsenic acid) aau MSMA (monosodium metganearsonate) masing-masing dengan dosis 1,0 dan 2,0 kg/ha. Dari pengalaman dalam skala produksi di Malaysia diketahui bahwa setelah dilaksanakan selama 3-4 tahun produksi dapat meningkat dengan lebih kurang 35%. Selain itu untuk kebun-kebun yang topografinya sukar, pengguguran daun dengan satu kali penyemprotan dari udara lebih mudah dilakukan daripada beberapa klai penyerbukan belerang dari tanah.
Percobaan pengguguran daun di Sumatera Utara dengan penyemprotan dari udara memakai 1,5-2 kg cacodylic acid dalam 38 liter air tiap ha memberikan hasil yang memuaskan. Menurut Lim (1974) pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi (sampai 2 kali dosis anjuran) tepat pada waktunya pohon-pohon mulai membentuk daun baru akan mempercepat pembentukan daun sehingga mengurangi serangan Oidium.
Untuk mengurangi serangan kerugian karena embun tepung pernah dianjurkan untuk memakai tajuk (mahkota) pohon dari klon yang tahan. Seperti yang diuraikan diatas, klon LCB 870 mempunyai daun yang sangat tahan terhadap  , bahkan dapat dikatakan kebal. Tetapi, klon ini mempunyai sifat inferior sehingga hanya dapat dipakai untuk mengadakan okulasi tajuk. Sudah diketahui bahwa tajuk mempengaruhi produksi lateks sampai 1-1,5 m dibawah sambungan. Oleh karena itu pada okulasi tajuk ini mta klon LCB 870 ditempelkan setinggi 2,5 m diatas tanah, dengan harapan agar tajuk tidak mempengaruhi mutu produksi bidang sadapan.

Sumber:
Semangun, Haryono. 1999. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. 
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.