TUGAS
PENGELOLAAN PERKEBUNAN KARET
“Hama
Pada Karet”
A. Rayap
µ
Bioekologi
Rayap (Coptotermes
curvignathus Holmgren) termasuk ke dalam ordo Isoptera dan family
Rhinotermitidae. Rayap yang ditemukan di daerah tropis jumlah telurnya dapat
mencapai ± 36000 sehari bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun.
Bentuk telur rayap ada yang
berupa butiran yang lepas dan ada pula yang berupa kelompok terdiri dari 16-24
butir telur yang melekat satu sama lain. Telur-telur ini berbentuk silinder
dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 1-1,5 mm. Telur C. curvignathus
akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Nandika dkk, 2003).
Nimfa muda akan mengalami
pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai kemudian berkembang menjadi kasta
pekerja, prajurit dan calon laron (Nandika dkk, 2003).
Kepala berwarna kuning,
antenna, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang
sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel
berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam
dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandible 2,46-2,66
mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm
dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6mm. Bagian abdomen ditutupi dengan
yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk,
2003).
Dalam biosfera, pada
dasarnya rayap merupakan bagian dari komponen lingkungan biotik yang memainkan
peranan penting, seperti dapat membantu manusia menjaga keseimbangan alam
dengan cara menghancurkan kayu untuk mengembalikannya sebagian unsur hara dalam
tanah. Namun karena perubahan kondisi habitat akibat aktifitas manusia, sangat
potensial mengubah status rayap menjadi serangga hama yang merugikan.
Serangga ini memang tidak
mengenal kompromi dan melihat kepentingan manusia, dengan merusak mebel,
buku-buku, kabel-kabel listrik, telepon, serta barang-barang yang disimpan.
Untuk mencapai sasarannya, rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya
beberapa sentimeter.
Serta apapun bentuk
konstruksi bangunan gedung, seperti slab, basement atau crawl space, dapat
ditembusnya lewat lubang terbuka atau celah sekecil satu per-enam empat inci.
Baik celah pada slab di sekitar celah kayu atau pipa ledeng, serta celah antara
pondasi dan tembok, maupun pada kuda – kuda atap. Atau rayap juga dapat membuat
lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga mencapai kuda – kuda dan di
seluruh permukaan tembok.
Beberapa faktor pendorong
serangan rayap pada bangunan, antara lain banyaknya kayu yang tertimbun di
dalam tanah saat pembangunan, adanya celah pada pondasi tembok, sistem
ventilasi kurang baik, kayu yang berhubungan langsung dengan tanah, dan kondisi
bio-fisik tapak bangunannya itu sendiri yag menguntungkan kehidupan rayap.
Bagian komponen bangunan
yang rawan terhadap serangan rayap adalah balkon, teras, sambungan talang air
hujan, kerangka atap, ventilasi, hubungan antara dinding bata dan ampik kayu,
serta hubungan antara dinding bata dan atap. Juga sudut dinding, hubungan sudut
antara kusen dan dinding batu, pasangan dinding batu yang berhubungan dengan
bak bungan, retak – retak pada dinding bata, serta hubungan antara dinding
dengan pondasi.
Ada 3 Jenis Kasta Rayap :
1. Rayap Kasta
Reproduksi
Kasta Reproduktif
Terdiri atas
individu-individu seksual yaitu rayap betina (yang abdomennya biasanya sangat
membesar) yang tugasnya hanya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi
betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia
bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan telur;
lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu,
sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni
rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga
disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni,
yaitu
Laron/Alates
sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan
bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika
mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan
membentuk “ratu” atau “raja” baru dari individu lain (biasanya dari kasta
pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti ratu
asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten. Jadi,
dengan membunuh ratu atau raja kita tak perlu sesumbar bahwa koloni rayap akan
punah. Bahkan dengan matinya ratu, diduga dapat terbentuk berpuluh-puluh neoten
yang menggantikan tugasnya untuk bertelur.
Dengan adanya banyak neoten
maka jika terjadi bencana yang mengakibatkan sarang rayap terpecah-pecah, maka
setiap pecahan sarang dapat membentuk koloni baru.
2. Kasta Prajurit / Soldier.
Rayap Prajurit
Kasta ini ditandai dengan
bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu
melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup
koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari
dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui “suara”
tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan
berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak
jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para
prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah
karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap
biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali
mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun
prajurit rayap akhirnya mati. Mandibel bertipe gunting (yang bentuknya juga
bermacam-macam) umum terdapat di antara rayap famili Termitidae, kecuali pada
Nasutitermes ukuran mandibelnya tidak mencolok tetapi memiliki nasut (yang
berarti hidung, dan penampilannya seperti “tusuk”) sebagai alat penyemprot
racun bagi musuhnya.
3. Kasta Pekerja / Worker.
Rayap Pekerja
Kasta ini membentuk
sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi dalam koloni
merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya melulu hanya bekerja tanpa
berhenti hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari makanan
dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan
membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan — membunuh
serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua
atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta
pekerja sendiri.
µ
Gejala
serangan
Bagian ujung stum atau
tanaman karet mudah rusak, terkihat bekas gerekan. Bagian dalam batang terdapat
lubang besar dari ujung stum sampai akar. Akar tanaman akan teputus-putus
bahkan tidak lagi berujung akar.
µ
Pengendalian
1. Pengendalian rayap pada bangunan dapat
dilakukan secara pra kontruksi maupun pasca kontruksi. Perlakuan keduanya
meliputi perlakuan tanah (soil treatment) dan perlakuan kayu (wood treatment).
Metode perlakuan tanah secara pra-kontruksi yaitu meyemprot galian pondasi dan
lantai tanah dengan larutan kimia (termisida). Sedangkan untuk pasca kontruksi
dengan mengebor sisi-sisi dinding bangunan, kemudian diinjeksi dengan larutan
kimia (termisida).
2. Pengendalian rayap pada perkebunan dapat
dilakukan secara Pengendalian mekanis dilakukan dengan membongkar sarang-sarang
rayap yang menyerang tanaman karet, membakar sarang dan sisa-sisa tumbuhan yang
dapat dijadikan sarang oleh rayap. Selain itu pada tanaman perkebunan dapat
dibuat sarang-sarang buatan untuk memancing rayap yang ada diseputar kebun.
Sarang tersebut dibuat dengan cara menggali tanah dengan ukuran 1x2m, kedalaman
1 m kemudian pada lubang tersebut diisi dengan sisa-sisa tunggul kayu-kayu yang
ada disekitar kebun dan disenangi oleh rayap. Kayu yang diisi dalam lubang sampai
rata dengan permukaan tanah. Permukaan lubang ditutupi dengan tanah setebal
5cm.
Untuk memacing rayap untuk
mendiami sarang perangkap, dilakukan upaya pembersihan pokok-pokok tanaman yang
disinyalir diserang oleh rayap. Dilakukan dengan cara pembongkaran atau
menebarkan insektisida sehingga rayap tersebut pergi dan mencari sarang baru.
Setelah rayap membentuk koloni dalam jumlah besar pada sarang perangkap
dilakukan pengendalian dengan cara menyemprotkan insektisida Marshal 200EC
(bahan aktif karbosulfan) atu bisa juga dengan cara menyemprotkan insektisida
regent 50 EC (bahan aktif fipronil) dengan konsentrasi 1,5-2,5 cc/liter air
pada pohon terserng.
Untuk mencegah hama rayap
juga dapat dilakukan dengan menanam tanaman pestisida nabati yang tidak disukai
oleh rayap seperti Tanaman Tuba (Derris sp) pada areal tanaman
perkebunan(Anonymaous2, 2012).
2.
Babi
µ
Bioekologi
babi
Taksonomi babi hutan dalam
biologi adalah sebagai berikut:
Kerajaan :
Animalia
Filum :
Chordata
Kelas :
Mammalia
Ordo :
Artiodactyla
Famili :
Suidae
Genus :
Sus
Spesies :
Sus scrofa
Binatang ini sangat pandai
menyesuaikan diri, dan makan segala macam makanan. Mereka cepat sekali
berkembang biak, meskipun sering diburu manusia ataupun dijadikan mangsa oleh
binatang buas di rimba. Kakinya punya empat jari, jari belakang lebih kecil
yang sangat membantunya kalau berjalan di atas tanah berlumpur. Babi selalu
aktif siang dan malam, tetapi suka makan waktu pagi dan senja
Sebagian besar babi hutan
aktif pada malam hari, tetapi juga secara periodik pada siang hari, terutama
ketika cuaca sejuk. Makanannya meliputi buah-buahan yang jatuh dan biji-bijian,
akar-akaran dan bahan tumbuhan lainnya, cacing tanah, dan binatang kecil
lainnya. Tidak sedikit babi hutan yang merusak di perkebunan dan memakan bagian
tumbuh pohon palem muda dan buah coklat. Populasi kecil menjadi penetap dan
beradaptasi dengan hutan sekunder dan kebun. Sarang babi hutan terbuat dari
anakan pohon dan perdu yang digigit atau dikoyakkan dan dionggokkan di atas
tanah (Payne dkk., 2000).
Babi
hutan jantan dewasa biasanya bergerak dan mencari makan sendiri (soliter),
sedangkan yang betina hidup bersama dengan anak-anaknya dalam kelompok 4-50
ekor. Musim kawin ditandai dengan bergabungnya babi hutan jantan dewasa dengan
kelompok betina. Seekor babi hutan betina
dapat beranak sampai 12 ekor dengan masa bunting 110 hari. Induk babi tersebut
dapat beranak lagi setelah 7-8 bulan setelah masa beranak sebelumnya (Sudharto
dan Desmier de Chenon, 1997). Mereka menggunakan suaranya untuk berkomunikasi,
termasuk untuk memperingatkan adanya bahaya (alarm call) yang mengancam.
µ
Gejala
Daun tanaman karet yang
masih muda tidak terbentuk, bahkan bisa terjadi pohon tanpa daun. Kulit batang
tanaman yang masih muda tampak terkerat serta tanah disekitarnya terbongkar.
µ
Pengendalian
Berikut ini metode yang
sering di lakukan petani kecil dalam menanggulangi dan memberantas hama babi
hutan:
- Buat Kandang Keliling kebun
Sistem ini sudah umum di
lakukan setiap petani dengan membuat kandang keliling menggunakan kayu untuk
membuat kandang keliling perkebunan karet
- Mengunakan Kaleng bekas dan kawat seng
Cara ini bisa di gunakan
sebagai antisipasi agar babi tidak masuk perkebunan karet. Dengan langkah –
langkah sebagai berikut :
- Siapkan kawat seng dan kaleng bekas
secukup nya sesuai dengan kebutuhan perkebuanan yang akan di pasang system ini.
-Sebelum nya beri lubang kaleng bekas agar
bisa memasukan kawat seng tadi..
-Pasangkan keliling ke sekeliling kebun karet
dengan menggunakan pancang atau tajir agar kaleng tadi tergantung suatu saat
babi masuk akan terkena kaleng tadi babi akan takut. Tehnologi ini sangat murah
dan banyak di seputar lingkungan kita
3. Buat jebakan atau perangkap babi
Babi pada dasar nya kalau
masuk kelahan perkebunan system rombongan dengan jalan yang sama sewaktu babi
masuk awalnya.Ini bias di siasati dengan membuat jebakan atau perangkap yang
mengkibatkan babi terperangkap
4. Memasang waring atau jaring nylon
Cara ini hampir sama dengan
system kandang keliling dan pakai kaleng bekas tetapi ini media nya mengunakan
Waring atau jaring nylon yang sering kita temui di pasaran berwarna
hitam,biasanya sering di gunakan petani untuk membuat keramba ikan.
- Menggunakan media hewan yang mati atau bangkai
Hama Babi hutan sangat suka
terhadap bangkai hewan yang mati termasuk bangkai babi itu sendiri.Ini bisa di
manfaatkan untuk memutus perkembang biakan hama babi itu sendiri. Cara Membuat
media nya sebagai berikut :
-Hewan yang mati atau bangkai tadi di potong
– potong kecil
-Lalu masukan racun yang di bungkus kantong
plastik kecil kedalam bangkai binatang yang telah mati
-Setelah itu letakan di pinggir kebun karet
yang sering di serang hama babi hutan
- Menggunakan Hewan peliharaan
Hewan peliharaan di sini
maksudnya anjing.Babi takut terhadap suara anjing karena selain suara anjing
juga berani terhadap hama babi hutan terutama jenis anjing pemburu.
- Beburu Hama babi hutan
Perburunan terhadap babi
hutan petani masih mengunakan anjing dan tombak.Jenis perburuan babi hutan ini
di lakukan secara bersama-sama oleh petani itu sendiri.Bisa juga secara sersama
mengundang pihak yang terkait untuk beburu hama babi hutan.
- Membuat lubang keliling di perkebunan karet
Cara ini sangat jarang di
lakukan petani kecil tetapi banyak di lakukan oleh perusahaan perkebunan besar.
9. Mengunakan Media Umbi-umbian
Media jenis ini metode
pembuatanya sama dengan menggunkan media hewan mati atau bangkai
10. Memakai minyak babi
Di beberapa tempat daerah
ada petani yang menggunakan cara ini yaitu memakai minyak babi.Tetapi masih
mitos belum bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.
Minyak babi tersebut
berasal dari daerah pertanian lain sebagai penangkal agar babi tidak masuk ke perkebunan.Minyak
babi tersebut di oleskan pada pakai bekas di tempatkan pada sekeliling kebun
karet lalau di beri tajir atau pancang dan di tutup dengan bekas minuman ringan
agar tidak kena hujan, karena yang di butuhkan adalah aroma minyak babi tersebut
meyebar ke sekeliling kebun.
3.
Kera
µ
Bioekologi
M. fascicularis
termasuk sub suku Cercophitecinae atau Cheek Pounch Monkey atau monyet dengan
kantung pipi. Terdapat 11 jenis dalam suku ini di Indonesia. Jenis yang paling
mirip adalah beruk (Macaca nemestrina).
Panjang
tubuh kera dewasa sekitar 40-50 cm belum termasuk ekor dengan berat 3 -7 kg.
Sementara panjang ekor 1 hingga 1,5 kali panjang tubuh berikut kepala dengan
warna coklat keabu-abuan atau kemerah-merahan. Bulunya berwarna coklat abu-abu
hingga coklat kemerahan sedangkan wajahnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan
jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala.
Hidungnya datar dengan ujung hidung menyempit. Kera ini memiliki gigi seri
berbentuk sekop, gigi taring dan geraham untuk mengunyah makanan.
Kera
ini merupakan jenis satwa yang hidup berkelompok, dimana bisa mencapai hingga
30 ekor dalam tiap kelompok. Biasanya dalam setiap kelompok ada seekor adult
male (jantan dewasa) yang menjadi pemimpin dan mendominasi anggota yang
lain. Hirarki dalam komunitasnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia,
ukuran tubuh dan keahlian berkelahi. Mereka
memasuki masa kawin pada umur enam tahun untuk pejantan dan empat tahun untuk
betina. Jangan harap ada
kesetiaan dalam komunitas ini. Karena pejantan biasanya kawin dengan banyak
betina.
Sebagai
golongan omnivora yang memakan daging dan tumbuhan. Makanannya
bervariasi dari buah-buahan, daun, bunga, jamur, serangga, siput, rumput muda,
dan lain sebagainya. Bahkan kera ini kerap
pula memakan kepiting. Tetapi, 96 % konsumsi makanan mereka adalah buah-buahan.
µ
Serangan
Kera ekor panjang
merusak bagian pucuk daun dan merusak kulit batang tanaman yang masih muda.
Akibat aktifitas hama ini adalah banyak tanaman yang mengalami patah dan pucuk
tanaman rusak, sehingga pertumbuhan tanaman tergangu.
µ
Pengendalian
Pengendalian kera ekor panjang ini adalah dengan menangkap serta
menangkarkannya atau dengan cara menembaknya dengan senapan.
4.
Tungau
µ
Bioekologi
Bioekologi
Tungau Merah meliputi: 1. Telur; Telur berbentuk bulat, berwarna
kekuning-kuningan jernih, produksi telur tiap hari menghasilkan 10 butir, telur
menetas dalam waktu 4-7 hari.2. Larva; Larva muda bertungkai 3 pasang,
sedangkan larva dewasa tungkainya terdiri dari 4 pasang, tungkai dan mulutnya
berwarna putih. 3. Imago; Pada tungau dewasa berbentuk oval , dan berwarna
merah, tungau aktif pada siang hari dan menyukai tinggal di permukaan bawah
daun yakni terlihat seperti ada tepung putih yang merupakan bekas telur dan
kulit tungau.Gejala Serangan; Daun yang terserang terlihat bintik-bintik
berwarna kekuning kuningan pada pangkal daun sepanjang tulang daun,
bintik-bintik ini kemudian bersatu hingga membentuk warna karat pada daun
tanaman yang diserang, apabila serangan yang berat menyebabkan daun menjadi
kering dan terjadi kerontokan seluruh daun, pucuk-pucuk yang terserang
pertumbuhannya menjadi terhambat, mengalami kekerdilan dan salah bentuk.
µ
Serangan
Daun dan tanaman muda di areal pembibitan rusak dan patah-patah. Pada
bagian daun yang paah terdapat alur jalan berwarna keperakan mengkilap.
Ditempat teduh dapat ditemukan banyak sekali telur dari tunggau.
µ
Pengendalian
(a). Sebaiknya ubi kayu
ditanam dilahan pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau
dengan tenggang waktu maksimum 2 bulan, varietas ubi kayu unggul yang biasa
ditanam antara lain Adira 1,Adira 2, Adira 4, Darul Hidayah, Malang 1, Malang
2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. (b). sanitasi kebun setelah panen, sisa-sisa
tanaman dibersihkan kemudian dibakar. (c). Pengolahan tanah secara sempurna.
(d). Pergiliran tanaman dengan palawija atau tanaman lainnya. (e). Penggunaan
varietas agak tahan (Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1,dan Malang-4)
dan varietas agak peka yaitu (Darul Hidayah, Malang-6, UJ-3). Cara Biologi dengan memanfaatkan
beberapa pemangsa yang berfungsi untuk mengendalikan tungau merah antara lain
dari famili Coccinellidae (Stethorus sp.), Staphylinidae (Oligota
minuta), Cecidomyiidae, Thysanoptera, Phytoseidae (Typhlodromus
limonicus, T. Rapax) dan Anthocoridae (Orius insidous dan O. minuta),
Cara mekanis dengan cara
penyemprotan air beberapa kali agar tungau larut tercuci bersama air. Sedangkan cara kimia, diberantas dengan akarisida yang dianjurkan
seperti Thiodan 35 EC 0,15%, Kelthane MF
0,2%, Morestan 25 WP 0,2%, Moracide 40 EC 0,2%, atau dengan Folidol 0,06%.
Penyemprotan dilakukan dengan selang waku lima hari dan diunjukan langsung ke
pucuk serta permukaan bawah daun. Untuk menekan perkembangbiakan tungau di
perkebunan, dapat juga digunakan gas belerang yang diberikan dengan cara
dihembuskan.
Sumber:
http://brasto.net/sekilas-hama-rayap-2. diakses tanggal 4 November 2012.
http://kliniksawit.com/hama-sawit/babi-hutan.html. diakses tanggal 4 November 2012.
http://arirakatama.multiply.com/journal/item/4?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. diakses tanggal 4 November 2012.
http://bptphjawabarat.blogspot.com/2012/04/merah-tetranycus-bimaculatus-pada-ubi.html
Penulis,
Tim. 2008. Panduan Lengkapb Karet. Penerbit Swadaya: Depok.