Cari Blog Ini

Jumat, 16 November 2012

PENYAKIT EMBUN TEPUNG


PENYAKIT PENTING TANAMAN KARET
“PENYAKIT EMBUN TEPUNG”


            Di Indonesia penyakit embun tepung (powdery mildew, Ingg: melldauw, Bld.) untuk pertama kalinya ditemukan di Malang, Jawa Timur, pada tahun 1916 Arnes, 1918). Di Sumatera Utara penyakit baru diketahui tahun 1928. Menurut Keuchenius (1931) penyakit menyebabkan kerugian 5-20% tergantung dari tempat dan musimnya.
            Embun tepung pada karet juga terdapat di Malaysia, Thailand, Indonesia, Papua Nugini, Sri Lanka, India, Afrika Barat, Afrika Tengah dan Afrika Timur. Di Malaysia dan Sri Langka penyakit ini tergolong penyakit penting, khususnya Sri Lanka (Turner, 1974, Wastie, 1975). Penyakit belum terdapat di Amerika Selatan (Cheee dan Holiday, 1986).
            Embun tepung menyebabkan gugurnya daun-daun muda yang baru terbentuk sesudsh tanaman meranggas ( masa gugur daun tahunan ). Gugurnya daun-daun baru karena embun tepung sering disebut gugur daun sekunder. Jika cuaca membantu, embun tepung dapat menyebabkan gugur daun beberapa kali. Tanaman terpaksa membentuk daun muda berulang-ulang dengan memakai banayak cadangan pati yang terdapat dalam batang. Ini dapat melemahkan tanaman, yang seterusnya dapat mengurangi produksi lateks, menghamabat perkembangan lilit batang dan pemulihan kulit. Dengan demikian embun tepung dapat menimbulkan kerugian yang berkepanjangan.

a.    Gejala
Daun-daun muda yang baru saja berkembang (warnanya masih cokelat) tampak suram. Umumnya daun-daun ini menjadi lemas dan tepi-tepinya agak mengeriting. Dalam waktu beberapa hari anak-anak daun menjadi hitam dan gugur daun satu per satu, sehingga tinggal tangkainya saja, yang akhirnya akan gugur juga. Di bawah tanaman yang sakit terdapat banyak daun muda di atas tanah. Kalau tanaman sakit diguncang, daun-daun mudanya akan berguguran.
Pada daun-daun yang agak tua terjadi hanya 1 atau 2 anak daun yang rontok,.
lainnya tetap berada di pohon.
            Pada permukaan daun yang sakit terdapat bercak-bercak seperti beludru halus, yang terdiri atas miselium dan konidiofor jamur beserta dengan konidiumnya. Lapisan ini dapat menutup seluruh permukaan daun, bahkan sering juga permukaan atasnya.
            Pada daun yang sakit yang tidak gugur penyakit dapat menyebabkan terjadinya bercak kering yang besar, bentuknya tidak teratur, dan tidak mempunyai batas tegas.
            Penyakit dapat timbul pada tandan-tandan buah, yang dapat menyebabkan sangat berkurangnya pembentukan buah.

b.    Penyebab Penyakit
Embun tepung disebabkan oleh Oidium haveae Stein. Sehingga penyakit ini disebut penyakit Oidum. Jamur mempunyai miselium tidak berwarna, yang menjalar pada permukaan epidermis, membentuk haustorium yang menembus epidermis dan menhisap makanan dari sel-sel jaringan di bawahnya. Miselium membentuk konidiofor (pendukung konidium), yang berbeda pada kebanyakan Oidium, O. haveae hanya mempunyai satu konidium pada tiap konidiofor (jarang 2). Konidium berbentuk tong (ellipsoid), 28-42 x 14-23 um, tidak berwarna dan didalamnya terdapat beberapa vakuola besar.
Telemorf (stadium seksual) jamur ini belum pernah ditemukan.

c.    Daur Penyakit
Spora (konidum) jamur mudah dipencarkan oleh angin, lebih-lebih karena spora dalam jumlah yang sangat banyak itu terbentuk dalam musim kering. Spora terutama dipancarkan siang hari pada saat banyak angin, yang menyebabkan spora terangkut jauh. Spora mengendap pada permukaan daun muda di waktu petang, pada saat kelembaban udara meningkat dan suhu berkurang, sehingga terjadi kondisi yang membantu pertumbuhan jamur.
Di kebun-kebun selalu terdapat sumber infeksi. Pada daun-daun muda selalu terdapat Oidium sedikit-sedikit. Juga jamur dapat bertahan pada semaian-semaian karet liar yang tumbuh di kebun. Jamur yang dapa bertahan pada Euphorbia pilulifera L. (E. hirta L.), satu gulma yang sering terdapat di kebun karet (patikan). Di India diberitakan bahwa jamur dapat memarasit jarak pagar (Jathropha curcas L.), tetapi di sini hal tersebut belum pernah ditemukan.

d.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Berbeda dengan penyakit daun karet pada umumnya, embun tepung adalah penyakit cuaca kering. Di kebun-kebun karet dataran rendah penyakit terutama timbul pada waktu flush, sehabis tanaman meranggas, di Jawa biasanya berlangsung pada bulan juli sampai September. Daun-daun muda yang baru saja berkembang dan mempunyai kutikula yang sangat tipis ini rentan terhadap Oidium.
Untuk perkembangannya jamur tepung memerlukan syarat yang berbeda dengan jamur-jamur lain pada umumnya. Perkecambahan spora memerlukan cuaca yang lembap, tetapi permukaan daun harus kering. Adanya air bebas (cair) merugikan Oidium, perkembangan penyakit sangat dibantu oleh sedikit hujan, tidak banyak sinar matahari, dan suhu yang agak rendah. Cuaca kering tidak merugikan, sepanjang tidak disertai suhu tinggi.
Kebun-kebun yang lebih tinggi letaknya mendapat ganguan yang lebih berat. Di tempat yang lebih tinggi dari 300 m serangan Oidium berlangsung sepanjang tahun. Dari penelitian di Malaysia diketahui bahwa pertumbuhan jamur yang opimum terjadi pada suhu 150-160 (600 F) dan kelembaban nisbi 75-80%.
Di dataran rendah embun tepung akan berhenti jika hujan sudah cukup banyak sehingga permukaan daun selalu basah.
Macam-macam klon karet mempunyai sifat meranggas yang berbeda-beda, yang menyebabkan berbeda-beda pula reaksinya terhadap embun tepung. Klon-klon yang meranggas awal dan yang meranggas dengan teratur kurang mendapat serangan.
Klon PR 107, AVROS 2037, dan AVROS 385, yang awal menggugurkan daunnya, umumnya bebas dari penyakit. Sebaiknya klon-klon yang mulai bergantung daun paling akhir seperti WR 101 dan GT 1 dan klon-klon yang meskipun agak awal menggugurkan daunya tetapi proses penggugurannya terlalu lama, misalnya klon BD 5 akan menderita serangan Oidium.
Klon LCB 870 mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap Oidium. Menurtu Young (1950) ketahanan ini disebabkan karena LCB 870 membentuk kutikula lebih cepat pada daun-daun mudanya. Pada kebanyakan klon karet pemasakan kutikula memerlukan waktu lebih dari 18 hari, terhitung mulai pecahnya tunas (bund break). Sedang klon LCB 870 hanya memerlukan waktu 10 hari untuk menyelesaikan proses ini.
Demikian pula dengan perkembangan kutikula yang lambat pada daun-daun semai yang berada di tempat yang lebih rendah menyebabkan tanaman-tanaman ini lebih rentan terhadap Oidium. Kebun-kebun yang berasal dari semai (seedling) biasanya mendapat serangan yang lebih berat, karena pengguguran daunnya tidak bersamaan.

e.    Peramalan
Dari penelitian di Laboratorium diketahui bahwa ketahanan konidium sangat mundur dalam udara kering pada suhu di atas 320 C. infeksi paling banyak terjadi pada 230 C-250 C infeksi tidak terjadi. Periode infeksi akan timbul jika suhu kurang dari 320 C dan kelmbaban nisbi 90% atau lebih selama sekurang-kurangnya 13 jam terus-menerus. Daun-daun muda akan gugur 7-10 hari sesudah periode infeksi tadi (7-10 hari adalah masa inkubasi pemyakit).

f.     Pengelolaan Penyakit
µ    Secara langsung
Sekitar tahun 1930 embun tepung dikendalikan dengan penyerbukan belerang. Penyerbukan dilakukan setelah kurang lebih 10-20% dari pohon dalam kebun iu membentuk tunas, dan setelah terlihatnya bercak Oidium yang pertama. Untuk keperluan ini setiap kali pakai 10-12 kg belerang cirrus per ha. Penyerbukan ini dilakukan dengan alat-alat bermotor dengan ulangan 7-10 hari sekali. Biasanya dalam satu masa flush diperlukan 5-6 kali penyerbukan.
Penyerbukan harus dilakukan pagi-pagi benar pada waktu ada embun, antara pukul 3 dan 7 pagi.  Pengaruh Setelah pukul 7 pagi biasanya terjadi turbulensi udara yang menyebabkan serbuk belerang tidak dapat mengendap pada permukaan tanaman. Sedapat mungkin alat penyerbuk dijalankan tegak lurus dengan arah angin kecepatan 3,5 km/jam. Tepung belerang dapat membunuh Oidium yang terletak 1 cm darinya. Dikatakan bahwa belerang act at a distance, yang diduga karena belerang bekerja sebagai uap. Oleh karena itu pengaruh belerang akan meningkat bila ada sinar matahari langsung.
Selain belerang cirrus, belerang lumpur (zwavelmodder) pun dapat dipakai. Namun harus diingat bahwa belerang lumpur adalah higroskopik, sehingga belum dipakai harus lebih dahulu dan dicampur dengan kapur 10%. Belerang cirrus tidak higroskopik, tetapi harganya lebih mahal.
Sejak tahun 1930-an di Indonesia sudah tersedia beberapa merek mesin penyerbuk belerang. Bahkan pada tahun 1929 pernah dilakukan penelitian penyerbukan belerang dengan pesawat terbang (Tengwall, 1929/1930), suatu langkah yang sangat maju pada saat itu. Dengan cara ini selama 30 menit dapat diserbuk kebun karet seluas 42 ha. Tetapi, menurut pehitungan pada waktu itu penyerbukan udara memerlukan biaya yang lebih tinggi daripada penyerbukan dari darat.
Untuk pembibitan dapat dilakukan penyemprotan dengan tepung belenrang yag disuspensian dalam air dengan kadar 5-6%. Belerang sukar tercampur dengan air, unuk ini diperlukan sabun, lerak dan lain-lain pembasah (wetting agent).
Dengan memanfaatkan peramalan tersebut diatas penyerbukan yang 5-6 kali dapat dihemat menjadi 3 kali dengan hasil yang sama. Di sini penyerbukan pertama harus dilakukan segera setelah adanya periode infeksi pertama sesudah pembentukan daun-daun baru, jadi berkembangnya embun tepung. Di Malaysia terbukti bahwa tridemorf dalam kadar yang rendah (0,02-0,04%) dapat bertindak sebagai anti-sporulan. Untuk keperluan ini dipakai tridemorf yang diformulasikan dalam minyak semprot (spray oil) dan dikabutkan dengan thermal fogging, misalnya dengan memakai mesin pengabut tifa.
Untuk mengendalikan embun tepung pada karet fungisida yang dianjurkan sekarang adalah triadimefon, triadimenol, dan polipikonazol.

µ    Secara tidak langsung
Kebun karet akan terhindar dari serangan Oidium jika dapat betunas serempak lebih kurang satu bulan sebelum brkembangnya jamur yang bersangkutan. Utnuk mencapai tujuan ini daun-daun digugurkan secara sengaja, lebih kurang satu bulan sebelum meranggas. Kebun disemprot dari udara dengan alat penggugur daun kontak (contact defoliant), cacodylic acid (dimethyl arsenic acid) aau MSMA (monosodium metganearsonate) masing-masing dengan dosis 1,0 dan 2,0 kg/ha. Dari pengalaman dalam skala produksi di Malaysia diketahui bahwa setelah dilaksanakan selama 3-4 tahun produksi dapat meningkat dengan lebih kurang 35%. Selain itu untuk kebun-kebun yang topografinya sukar, pengguguran daun dengan satu kali penyemprotan dari udara lebih mudah dilakukan daripada beberapa klai penyerbukan belerang dari tanah.
Percobaan pengguguran daun di Sumatera Utara dengan penyemprotan dari udara memakai 1,5-2 kg cacodylic acid dalam 38 liter air tiap ha memberikan hasil yang memuaskan. Menurut Lim (1974) pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi (sampai 2 kali dosis anjuran) tepat pada waktunya pohon-pohon mulai membentuk daun baru akan mempercepat pembentukan daun sehingga mengurangi serangan Oidium.
Untuk mengurangi serangan kerugian karena embun tepung pernah dianjurkan untuk memakai tajuk (mahkota) pohon dari klon yang tahan. Seperti yang diuraikan diatas, klon LCB 870 mempunyai daun yang sangat tahan terhadap  , bahkan dapat dikatakan kebal. Tetapi, klon ini mempunyai sifat inferior sehingga hanya dapat dipakai untuk mengadakan okulasi tajuk. Sudah diketahui bahwa tajuk mempengaruhi produksi lateks sampai 1-1,5 m dibawah sambungan. Oleh karena itu pada okulasi tajuk ini mta klon LCB 870 ditempelkan setinggi 2,5 m diatas tanah, dengan harapan agar tajuk tidak mempengaruhi mutu produksi bidang sadapan.

Sumber:
Semangun, Haryono. 1999. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. 
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar