PENYAKIT PENTING TANAMAN KARET
“PENYAKIT EMBUN TEPUNG”
Di Indonesia penyakit embun tepung (powdery mildew, Ingg: melldauw, Bld.) untuk pertama kalinya
ditemukan di Malang, Jawa Timur, pada tahun 1916 Arnes, 1918). Di Sumatera
Utara penyakit baru diketahui tahun 1928. Menurut Keuchenius (1931) penyakit
menyebabkan kerugian 5-20% tergantung dari tempat dan musimnya.
Embun tepung pada karet juga terdapat di Malaysia, Thailand,
Indonesia, Papua Nugini, Sri Lanka, India, Afrika Barat, Afrika Tengah dan
Afrika Timur. Di Malaysia dan Sri Langka penyakit ini tergolong penyakit
penting, khususnya Sri Lanka (Turner, 1974, Wastie, 1975). Penyakit belum
terdapat di Amerika Selatan (Cheee dan Holiday, 1986).
Embun
tepung menyebabkan gugurnya daun-daun muda yang baru terbentuk sesudsh tanaman
meranggas ( masa gugur daun tahunan ). Gugurnya daun-daun baru karena embun
tepung sering disebut gugur daun sekunder.
Jika cuaca membantu, embun tepung dapat menyebabkan gugur daun beberapa kali.
Tanaman terpaksa membentuk daun muda berulang-ulang dengan memakai banayak
cadangan pati yang terdapat dalam batang. Ini dapat melemahkan tanaman, yang
seterusnya dapat mengurangi produksi lateks, menghamabat perkembangan lilit
batang dan pemulihan kulit. Dengan demikian embun tepung dapat menimbulkan
kerugian yang berkepanjangan.
a. Gejala
Daun-daun muda yang
baru saja berkembang (warnanya masih cokelat) tampak suram. Umumnya daun-daun
ini menjadi lemas dan tepi-tepinya agak mengeriting. Dalam waktu beberapa hari
anak-anak daun menjadi hitam dan gugur daun satu per satu, sehingga tinggal
tangkainya saja, yang akhirnya akan gugur juga. Di bawah tanaman yang sakit
terdapat banyak daun muda di atas tanah. Kalau tanaman sakit diguncang,
daun-daun mudanya akan berguguran.
Pada daun-daun yang
agak tua terjadi hanya 1 atau 2 anak daun yang rontok,.
lainnya tetap berada di pohon.
Pada
permukaan daun yang sakit terdapat bercak-bercak seperti beludru halus, yang
terdiri atas miselium dan konidiofor jamur beserta dengan konidiumnya. Lapisan
ini dapat menutup seluruh permukaan daun, bahkan sering juga permukaan atasnya.
Pada
daun yang sakit yang tidak gugur penyakit dapat menyebabkan terjadinya bercak
kering yang besar, bentuknya tidak teratur, dan tidak mempunyai batas tegas.
Penyakit
dapat timbul pada tandan-tandan buah, yang dapat menyebabkan sangat
berkurangnya pembentukan buah.
b. Penyebab
Penyakit
Embun tepung disebabkan
oleh Oidium haveae Stein. Sehingga
penyakit ini disebut penyakit Oidum. Jamur mempunyai miselium tidak berwarna,
yang menjalar pada permukaan epidermis, membentuk haustorium yang menembus
epidermis dan menhisap makanan dari sel-sel jaringan di bawahnya. Miselium
membentuk konidiofor (pendukung konidium), yang berbeda pada kebanyakan Oidium, O. haveae hanya mempunyai satu
konidium pada tiap konidiofor (jarang 2). Konidium berbentuk tong (ellipsoid),
28-42 x 14-23 um, tidak berwarna dan didalamnya terdapat beberapa vakuola
besar.
Telemorf (stadium
seksual) jamur ini belum pernah ditemukan.
c. Daur
Penyakit
Spora (konidum) jamur
mudah dipencarkan oleh angin, lebih-lebih karena spora dalam jumlah yang sangat
banyak itu terbentuk dalam musim kering. Spora terutama dipancarkan siang hari
pada saat banyak angin, yang menyebabkan spora terangkut jauh. Spora mengendap
pada permukaan daun muda di waktu petang, pada saat kelembaban udara meningkat
dan suhu berkurang, sehingga terjadi kondisi yang membantu pertumbuhan jamur.
Di kebun-kebun selalu
terdapat sumber infeksi. Pada daun-daun muda selalu terdapat Oidium
sedikit-sedikit. Juga jamur dapat bertahan pada semaian-semaian karet liar yang
tumbuh di kebun. Jamur yang dapa bertahan pada Euphorbia pilulifera L. (E. hirta L.), satu gulma yang sering
terdapat di kebun karet (patikan). Di India diberitakan bahwa jamur dapat
memarasit jarak pagar (Jathropha curcas L.),
tetapi di sini hal tersebut belum pernah ditemukan.
d. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penyakit
Berbeda dengan penyakit
daun karet pada umumnya, embun tepung adalah penyakit cuaca kering. Di
kebun-kebun karet dataran rendah penyakit terutama timbul pada waktu flush, sehabis tanaman meranggas, di
Jawa biasanya berlangsung pada bulan juli sampai September. Daun-daun muda yang
baru saja berkembang dan mempunyai kutikula yang sangat tipis ini rentan
terhadap Oidium.
Untuk perkembangannya
jamur tepung memerlukan syarat yang berbeda dengan jamur-jamur lain pada
umumnya. Perkecambahan spora memerlukan cuaca yang lembap, tetapi permukaan
daun harus kering. Adanya air bebas (cair) merugikan Oidium, perkembangan penyakit sangat dibantu oleh sedikit hujan,
tidak banyak sinar matahari, dan suhu yang agak rendah. Cuaca kering tidak
merugikan, sepanjang tidak disertai suhu tinggi.
Kebun-kebun yang lebih
tinggi letaknya mendapat ganguan yang lebih berat. Di tempat yang lebih tinggi
dari 300 m serangan Oidium
berlangsung sepanjang tahun. Dari penelitian di Malaysia diketahui bahwa
pertumbuhan jamur yang opimum terjadi pada suhu 150-160
(600
F) dan kelembaban nisbi 75-80%.
Di dataran rendah embun
tepung akan berhenti jika hujan sudah cukup banyak sehingga permukaan daun
selalu basah.
Macam-macam klon karet
mempunyai sifat meranggas yang berbeda-beda, yang menyebabkan berbeda-beda pula
reaksinya terhadap embun tepung. Klon-klon yang meranggas awal dan yang
meranggas dengan teratur kurang mendapat serangan.
Klon PR 107, AVROS
2037, dan AVROS 385, yang awal menggugurkan daunnya, umumnya bebas dari
penyakit. Sebaiknya klon-klon yang mulai bergantung daun paling akhir seperti
WR 101 dan GT 1 dan klon-klon yang meskipun agak awal menggugurkan daunya
tetapi proses penggugurannya terlalu lama, misalnya klon BD 5 akan menderita
serangan Oidium.
Klon LCB 870 mempunyai
ketahanan yang tinggi terhadap Oidium.
Menurtu Young (1950) ketahanan ini disebabkan karena LCB 870 membentuk kutikula
lebih cepat pada daun-daun mudanya. Pada kebanyakan klon karet pemasakan
kutikula memerlukan waktu lebih dari 18 hari, terhitung mulai pecahnya tunas (bund break). Sedang klon LCB 870 hanya
memerlukan waktu 10 hari untuk menyelesaikan proses ini.
Demikian pula dengan
perkembangan kutikula yang lambat pada daun-daun semai yang berada di tempat
yang lebih rendah menyebabkan tanaman-tanaman ini lebih rentan terhadap Oidium. Kebun-kebun yang berasal dari
semai (seedling) biasanya mendapat serangan yang lebih berat, karena
pengguguran daunnya tidak bersamaan.
e. Peramalan
Dari penelitian di
Laboratorium diketahui bahwa ketahanan konidium sangat mundur dalam udara
kering pada suhu di atas 320 C. infeksi paling banyak terjadi pada
230 C-250 C infeksi tidak terjadi. Periode infeksi akan
timbul jika suhu kurang dari 320 C dan kelmbaban nisbi 90% atau
lebih selama sekurang-kurangnya 13 jam terus-menerus. Daun-daun muda akan gugur
7-10 hari sesudah periode infeksi tadi (7-10 hari adalah masa inkubasi
pemyakit).
f. Pengelolaan
Penyakit
µ Secara
langsung
Sekitar
tahun 1930 embun tepung dikendalikan dengan penyerbukan belerang. Penyerbukan
dilakukan setelah kurang lebih 10-20% dari pohon dalam kebun iu membentuk
tunas, dan setelah terlihatnya bercak Oidium
yang pertama. Untuk keperluan ini setiap kali pakai 10-12 kg belerang cirrus
per ha. Penyerbukan ini dilakukan dengan alat-alat bermotor dengan ulangan 7-10
hari sekali. Biasanya dalam satu masa flush
diperlukan 5-6 kali penyerbukan.
Penyerbukan
harus dilakukan pagi-pagi benar pada waktu ada embun, antara pukul 3 dan 7 pagi. Pengaruh Setelah pukul 7 pagi biasanya
terjadi turbulensi udara yang menyebabkan serbuk belerang tidak dapat mengendap
pada permukaan tanaman. Sedapat mungkin alat penyerbuk dijalankan tegak lurus
dengan arah angin kecepatan 3,5 km/jam. Tepung belerang dapat membunuh Oidium yang terletak 1 cm darinya.
Dikatakan bahwa belerang act at a distance, yang diduga karena belerang bekerja
sebagai uap. Oleh karena itu pengaruh belerang akan meningkat bila ada sinar
matahari langsung.
Selain
belerang cirrus, belerang lumpur (zwavelmodder) pun dapat dipakai. Namun harus
diingat bahwa belerang lumpur adalah higroskopik, sehingga belum dipakai harus
lebih dahulu dan dicampur dengan kapur 10%. Belerang cirrus tidak higroskopik,
tetapi harganya lebih mahal.
Sejak
tahun 1930-an di Indonesia sudah tersedia beberapa merek mesin penyerbuk
belerang. Bahkan pada tahun 1929 pernah dilakukan penelitian penyerbukan
belerang dengan pesawat terbang (Tengwall, 1929/1930), suatu langkah yang
sangat maju pada saat itu. Dengan cara ini selama 30 menit dapat diserbuk kebun
karet seluas 42 ha. Tetapi, menurut pehitungan pada waktu itu penyerbukan udara
memerlukan biaya yang lebih tinggi daripada penyerbukan dari darat.
Untuk
pembibitan dapat dilakukan penyemprotan dengan tepung belenrang yag disuspensian
dalam air dengan kadar 5-6%. Belerang sukar tercampur dengan air, unuk ini
diperlukan sabun, lerak dan lain-lain pembasah (wetting agent).
Dengan
memanfaatkan peramalan tersebut diatas penyerbukan yang 5-6 kali dapat dihemat
menjadi 3 kali dengan hasil yang sama. Di sini penyerbukan pertama harus
dilakukan segera setelah adanya periode infeksi pertama sesudah pembentukan
daun-daun baru, jadi berkembangnya embun tepung. Di Malaysia terbukti bahwa
tridemorf dalam kadar yang rendah (0,02-0,04%) dapat bertindak sebagai
anti-sporulan. Untuk keperluan ini dipakai tridemorf yang diformulasikan dalam
minyak semprot (spray oil) dan dikabutkan dengan thermal fogging, misalnya
dengan memakai mesin pengabut tifa.
Untuk
mengendalikan embun tepung pada karet fungisida yang dianjurkan sekarang adalah
triadimefon, triadimenol, dan polipikonazol.
µ Secara
tidak langsung
Kebun karet akan
terhindar dari serangan Oidium jika
dapat betunas serempak lebih kurang satu bulan sebelum brkembangnya jamur yang
bersangkutan. Utnuk mencapai tujuan ini daun-daun digugurkan secara sengaja,
lebih kurang satu bulan sebelum meranggas. Kebun disemprot dari udara dengan
alat penggugur daun kontak (contact defoliant), cacodylic acid (dimethyl
arsenic acid) aau MSMA (monosodium metganearsonate) masing-masing dengan dosis
1,0 dan 2,0 kg/ha. Dari pengalaman dalam skala produksi di Malaysia diketahui
bahwa setelah dilaksanakan selama 3-4 tahun produksi dapat meningkat dengan
lebih kurang 35%. Selain itu untuk kebun-kebun yang topografinya sukar,
pengguguran daun dengan satu kali penyemprotan dari udara lebih mudah dilakukan
daripada beberapa klai penyerbukan belerang dari tanah.
Percobaan pengguguran
daun di Sumatera Utara dengan penyemprotan dari udara memakai 1,5-2 kg
cacodylic acid dalam 38 liter air tiap ha memberikan hasil yang memuaskan.
Menurut Lim (1974) pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi (sampai 2 kali
dosis anjuran) tepat pada waktunya pohon-pohon mulai membentuk daun baru akan
mempercepat pembentukan daun sehingga mengurangi serangan Oidium.
Untuk mengurangi
serangan kerugian karena embun tepung pernah dianjurkan untuk memakai tajuk
(mahkota) pohon dari klon yang tahan. Seperti yang diuraikan diatas, klon LCB
870 mempunyai daun yang sangat tahan terhadap , bahkan dapat dikatakan
kebal. Tetapi, klon ini mempunyai sifat inferior sehingga hanya dapat dipakai
untuk mengadakan okulasi tajuk. Sudah diketahui bahwa tajuk mempengaruhi produksi
lateks sampai 1-1,5 m dibawah sambungan. Oleh karena itu pada okulasi tajuk ini
mta klon LCB 870 ditempelkan setinggi 2,5 m diatas tanah, dengan harapan agar
tajuk tidak mempengaruhi mutu produksi bidang sadapan.
Sumber:
Semangun, Haryono. 1999.
Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia.
Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar