Cari Blog Ini

Rabu, 30 Mei 2012

Bio Agent

MAKALAH ORGANISME TANAH
BIOTEKNOLOGI TANAH
“BIO-AGENT”




Oleh:
Kelompok III
1.  M.DENI RISWANDI (05101007063)
2.  ANDRI DENI LANDA(05101007064)
3.  MURNIATI (05101007065)
4.  ESSY NOVITA SARI (05101007066)
5.  SONDANG K.SITORUS (05101007067)
6.  GABRIEL B. M. PANDIANGAN (05101007068)


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2011

A.  LATAR BELAKANG

          Penggunaan pestisida sintetik merupakan metode umum dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian. Kebanyakan pestisida sintetik memiliki sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organisme lain. Pestisida sintetik dianggap sebagai bahan pengendali hama penyakit yang paling praktis, mudah diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya cepat terlihat. Bahkan petani menganggap bahwa pestisida adalah dewa penolong yang mampu memberikan solusi peningkatan hasil pertanian. Jika tidak ada pestisida yang dijual di toko-toko harapan petani hilang dan rasa malas untuk bertani akan timbul.
Padahal penggunaannya sering menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan peliharaan dan dapat mengakibatkan resistensi serta resurgensi bagi hama serangga (Rejesus,1986; Stoll,1988; Thamrin dan Asikin, 2005). Selain itu Ahmed (1995) mengemukakan bahwa lebih dari 400.000 kasus keracunan setiap tahunnya dan 1,5% diantaranya sangat parah, serta terjadinya kontaminasi air, tanah, udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Untuk mengurangi frekuensi penggunaan pestisida sintetik salah satunya adalah menggantinya dengan pestisida dari bahan nabati, karena beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bagian tanaman ada yang bersifat toksik terhadap hama (Balfas, 1994; Mudjiono et al., 1994). Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui mengandung senyawa bioaktif antara lain alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin yang dapat berfungsi sebagai insektisida dan repelen (Campbell, 1933, Burkill, 1935). Sedikitnya 2000 jenis tumbuhan dari berbagai famili telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap organisme pengganggu tanaman (Grainge dan Ahmed, 1988; Prakash dan Rao, 1977), diantaranya terdapat paling sedikit 850 jenis tumbuhan yang aktif terhadap serangga (Prakash dan Rao, 1977). Selama dekade terakhir terdapat peningkatan minat yang besar dalam pencarian senyawa insektisida dari tumbuhan (Schmutterer, 1995). Sifat bahan nabati pada umumnya mudah terurai di alam sehingga residunya tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai contoh bahwa piretrin (bahan aktif dari bunga piretrum yang digunakan sebagai insektisida nabati) merupakan zat yang cepat terdegredasi di alam, khususnya apabila terkena sinar matahari sehingga zat ini tidak persisten baik di lingkungan maupun pada bahan makanan (Maciver, 1962).
Keadaan tersebut juga dapat menekan peluang jasad bukan sasaran terkena residu. Namun persistensi yang singkat kadang-kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomi, karena untuk mencapai keefektifan pengendalian yang maksimum pada tingkat populasi tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang. Walaupun demikian, pestisida dari bahan nabati memungkinkan untuk digunakan pada saat menjelang panen.

B.  TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a.     Untuk memahami pengertian dari pestisida hayati.
b.     Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan virus.
c.     Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan bakteri .
d.     Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan nematode.
e.    Untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan jamur .

 C.  PERMASALAHAN

Dampak penggunaan pestisida buatan (kimia) serta penggunaan pestisida hayati terhadap pertanian di Indonesia ? 


D.  PEMECAHAN MASALAH

Dampak Negatif dari Penggunaan Pestisida Kimia
Petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah:
1.     Hama menjadi kebal (resisten)
2.    Peledakan hama baru (resurjensi)
3.    Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen
4.    Terbunuhnya musuh alami
5.    Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia
6.    Kecelakaan bagi pengguna

FAKTA DAN DATA AKIBAT BURUK PESTISIDA
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa :
1. Diketemukannya data penyakit-penyakit akut yang diderita pada kelompok petani, seperti hamil anggur pada isteri-isteri petani di Lembang.
2. 12 orang petani di Klaten meninggal dunia akibat keracunan pestisida.
3. 18 penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal akibat racun tikus, penyakit kulit eksim basah, TBC, kanker saluran pernafasan.
4. 25% dari 2400 wanita pada tahun antara 1959 – 1966 yang pernah melahirkan bayi dengan bobot di bawah normal memiliki kandungan DDT yang telah terurai pada darahnya lima kali lebih besar dari kadar normal.
5. Tahun 2001 terjadi kematian pada ayam-ayam di sekitar lahan pertanian akibat akumulasi paparan pestisida yang terbawa angin. (Kusnadi Umar Said, Puncak Jawa Barat).
6. Logam berat yang merupakan unsur pestisida biasanya ditimbun di dalam hati, sehingga mempengaruhi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
7. Pestisida juga dapat mengganggu peredaran hormon sehingga menyebabkan efek testikular dan menimbulkan sejumlah penyakit seperti kanker prostat, problem reproduksi perempuan, kanker payudara, dan perubahan perilaku.
8. Sebuah penelitian di Cina, bahkan mengungkap pria yang terkena pengaruh pestisida selama bekerja ternyata berisiko mendapat gangguan kualitas sperma yang dapat mempengaruhi kesuburan.
9. Ditemukan katak cacat tanpa sebelah kaki akibat penggunaan pestisida kimia oleh staf pengajar Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fak. Kehutanan IPB.
10. Penipisan cangkang telur burung elang.
11. Mengganggu kehidupan perairan, misalnya membunuh ikan.
12. Gejala keracunan yang disebabkan oleh berbagai golongan pestisida :

Pestisida Hayati
          Pestisida hayati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, anti fertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya dapat untuk pengendalikan hama. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-egradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
          Penggunaan pestisida hayati bukan baru dimulai setelah pertanian organik dibicarakan di bebagai kalangan namun pestisida organik sudah digunakan sejak manusia mengenal pertanian. Namun hal tersebut masih bersifat tradisional dan belum dikembangkan secara profesional. Diantaranya petani menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi. Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan hama serangga. Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya tidak digunakan lagi.

Fungsi dari Pestisida Hayati
Pestisida Hayati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1.     Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
2.    Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot.
3.    Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
4.    Menghambat reproduksi serangga betina
5.    Racun syaraf
6.    Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
7.    Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
8.    Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri

Konsep pegendalian hama pada pertanian organik padi SRI ada 2 macam :
1. Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistem PHT. Dengan sistem ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Petani diharapkan lebih kreatif dalam membuat berbagai cara untuk membuat pengendalian dengan mengunakan bahan-bahan disekitar.
2. Jika serangan hama sudah melewati ambang batas dilakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida organik berupa ramuan yang sudah diolah melalui proses yang didapatkan disekitar.
Pengendalian hama dalam pertanian organik dengan menggunakan petisida organik bukanlah suatu keharusan yang harus dilakuakn. Karena sesuai dengan pengalaman dilapangan bahwa hama itu tidak selamanya harus dikendalikan dengan menggunakan racun. Maka hal itulah yang membutuhkan pengamatan secara berkala untuk menentukan waktu penggunaan pestisida.
          Pada awal tahun 80-an pestisida dianggap sebagai suatu jaminan akan keberhasilan bertani. Tanpa pestisida hampir dipastikan kegiatan pertanian tidak akan berhasil secara optimal dan sebaliknya dengan pestisida kegiatan bertani dijamin keberhasilannya. Pada waktu itu, penggunaan pestisida didukung oleh pemerintah melalui Bimas – Inmas sehingga penyaluran pestisida ke desa-desa berjalan lancar. Dengan pemberian subsidi yang besar, yaitu mencapai 80 %, terhadap pestisida mengakibatkan harganya menjadi murah sehingga para penyuluh pun gencar mempromosikan penggunaan pestisida. Satu hal yang lebih mendorong penggunaan pestisida saat itu adalah dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi penyemprotandijadikan salah satu kriteria : makin banyak menyemprot makin tinggi angka yang diperoleh.
          Petani sering berpikir bahwa pemakaian pestisida adalah satu-satunya jalan keluar untuk mengendalikan hama, dan petani akan merasa tertolong secara sempurna dengan adanya bantua racun. Jika belum menggunakan racun maka sirnalah harapan petani untuk mendapatkan hasil, tetapi sebenarnya hal itu tidak tepat. Pemikiran inilah yang sudah dibuktikan oleh petani sejak dimulainya program revolusi hijau. Dimana pemerintah menganjurkan untuk menggunakan pupuk dan pestisida untuk membantu meningkatkan produksi pangan. Dan dibuktikan pada tahun 1985 indonesia berhasil menjadi negara pengekspor beras namun han itu tidak bertahan lama. Pada saat itu perusahaan pestisida di Indonesia menjadi ladang bisnis yang paling menguntungkan. Namun, pada puncak kejayaan pestisida, yaitu sekitar tahun 1984-985, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida. Beberapa dampak negatif tersebut di antaranya kasus keracunan pada manusia, ternak peliharaan, polusi lingkungan, dan hama menjadi resisten.

Macam-macam pestisida hayati:
1. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Virus
NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus). NPV memiliki badan inklusi berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion dengan diameter 0.2 – 20 mm. Kristal protein ini disebut dengan protein polihedrin yang berukuran kurang lebih 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal protein ini berfungsi sebagai pelindung infektifitas partikel virus dan menjaga viabilitasnya di alam serta melindungi DNA virus dari degradasi akibat sinar ultra violet matahari.
VIR-L dan VIR-X yang berbahan aktif SeNPV dan SlNPV diaplikasikan dengan alat semprot, sama seperti yang digunakan untuk menyemprot pestisida (knapsack sprayer). Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk mengendalikan ulat instar 1 – 3. Penyemprotan sebaiknya diarahkan ke permukaan daun bagian bawah dan dilakukan pada sore atau malam hari agar tidak langsung terkena pengaruh sinar matahari, disamping itu ulat grayak Spodoptera memiliki sifat nocturnal yaitu mencari makan pada malam hari.

2.  Pestisida Hayati dengan Menggunakan Bakteri
Bakteri bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa genus yang banyak mendapat perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas.
Pseudomonas sp. telah diteliti sebagai agen pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Strain P.fluorescens dan P. putida yang diaplikasikan pada umbi kentang telah menggalakkan pertumbuhan umbi kentang. Pseudomonas pendarfluor meningkatkan hasil panen umbi kentang 5-33%, gula beet 4-8 ton/ha. dan menambah berat akar tumbuhan radish 60-144%. Strain ini dan strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri perangsang per tumbuhan tanaman (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria, PGPR). Sebutan sebagai rizobakteri pada bakteri Pseudomonas spp. Kemampuan PGPR sebagai agen pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan pathogen.    
Baru-baru ini telah dibutikan bahwa Pseudomonas spp. dapat menstimulir timbulnya ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus. Bahwa ekstrak lipopolisakarida (LPSs) dari membran luar P.fluorescens menyebabkan ketahanan sistemik terhadap infeksi Fusarium oxysporom f.sp. dianthi pada tumbuhan bunga carnation. Sianida yang dihasilkan P. fluorescens stroin CHAO merangsang pembentukan akar rambut pada tumbuhan tembakau dan menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab penyakit busuk akar, diduga bahwa sianida mungkin penyebab timbulnya ketahanan sistemik (ISR). Siderofor pyoverdine dari P. fluorescens strain CHAO adalah sebab timbulnya ketahanan sistemik pada tumbuhan tembakau terhadap infeksi virus nekrosis tembakau.

3. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Nematoda
Cara nematoda menyerang hama adalah nematoda masuk ke dalam tubuh larva serangga melalui lubang tubuh alami seperti spirakel, anus, atau termakan oleh larva serangga. Setelah berada di dalam tubuh larva, nematoda langsung melepaskan bakteri simbiosisnya ke dalam usus larva serangga. Bakteri inilah yang membunuh larva dengan cara mengeluarkan zat yang bersifat antibiotik atau racun terhadap serangga.
Dalam waktu 1-2 hari larva mati. Larva yang mati biasanya ditunjukkan dengan gejala yang khas tergantung warna permukaan tubuh ulat. Ulat hongkong yang terserang nematoda ini menunjukkan gejala warna tubuh coklat kehitaman, tubuh lembek dan sedikit mengeluarkan cairan. Setelah larva mati, nematoda memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh larva tersebut. Selanjutnya induk nematoda menghasilkan 2-3 generasi baru di dalam tubuh inangnya tersebut. Setelah nutrisi di dalam tubuh larva tersebut habis maka nematoda melakukan migrasi dengan cara keluar dari tubuh larva dan mencari inang lain.

4. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Jamur
Dalam pengaplikasiaannya banyak sekali pestisida hayati yang aman digunakan di dalam pengendalian hama. Berikut ini adalah penggunaan jamur di dalam pengenndalian hayati. Contoh jamur yang kami gunakan di dalam makalah ini adalah Beauveria bassiana.

Beauveria bassiana Pengendali Walang Sangit
Serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi pertanian. Untuk pengendalian OPT, jalan pintas yang sering dilakukan adalah menggunakan pestisida kimia. Padahal penggunaan pestisida yang tidak bijaksana banyak menimbulkan dampak negatif, antara lain terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Memperhatikan pengaruh negatif pestisida tersebut, perlu dicari cara-cara pengendalian yang lebih aman dan akrab lingkungan. Hal ini sesuai konsepsi pengendalian hama terpadu (PHT), bahwa pengendalian OPT dilaksanakan dengan mempertahankan kelestarian lingkungan, aman bagi produsen dan konsumen serta menguntungkan petani. Salah satu alternatif pengendalian adalah pemanfaatan jamur penyebab penyakit pada serangga, yaitu jamur patogen Beauveria bassiana.
Laboratorium BPTPH Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengembangkan dan memproduksi secara massal jamur patogen serangga B. bassiana sebagai insektisida alami. Berdasarkan kajian jamur B. bassiana efektif mengendalikan hama walang sangit, wereng batang coklat, dan kutu (Aphis sp.).

CARA KERJA B. bassiana.
Jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.
  Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Namun apabila keadaan kurang menguntungkan perkembangan jamur hanya berlangsung di dalam tubuh inang.

GEJALA SERANGAN
Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi, dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.

HAMA SASARAN
Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran.


KEUNGGULAN
          Beberapa keunggulan jamur patogen serangga B. bassiana sebagai pestisida alami, yaitu :
1.     Selektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak membahayakan serangga lain bukan sasaran, seperti predator, parasitoid, serangga penyerbuk, dan serangga berguna lebah madu.
2.    Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami.
3.    Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman.
4.    Mudah diproduksi dengan teknik sederhana.
Untuk memperoleh hasil pengendalian yang efektif, penyemprotan sebaiknya dilakukan sore hari (pukul 15.00 – 18.00) untuk mengurangi kerusakan oleh sinar ultraviolet.  Formulasi B. bassiana sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk untuk mempertahankan efektivitasnya, dan sedapat mungkin dihindarkan dari pengaruh panas secara langsung. 

E.  KESIMPULAN

Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida hayati, sebagai contoh insektisida nabati yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti berikut:
1.Menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat
2.Menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit
3.Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur
4.Racun syaraf
5.Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga
6.Sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi
sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan
dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.lestarimandiri.org/id/pestisida-organik.html Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.
http://pertanianorganik-yuliusbari.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 26Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar