BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi
karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air
sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai
mokroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk hidup
dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting sebagai
penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.
Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara
merupakan bagian dari tanah.
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting,
misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang mengandung banyak cacing tanah akan
menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah
siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat
meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah
meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan
lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara
singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan
struktur tanah agar tetap gembur.
Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh
ketersediaan bahan organik, kaesaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau
temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila factor lingkungan
tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi sistem pertanian manusia
akhir-akhir ini yang tergantung penuh pada penggunaan bahan kimia telah
mengusik habitat cacing tanah. Keseimbangn lingkungan akan rusak dan berantakan
bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah
manusia. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik tanah, dan
pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut.
Pengurai ini merupakan tingkat makanan utama yang terakhir
dalam ekosistem.Kelompok ini terutama terdiri dari jasad renik tanah seperti
bakteri dan jamur Walaupun juga mencakup cacing tanah, rayap, tungau, kumbang
dan annthrophoda lainnya.
Tanah tersusun atas empat bahan utama, yaitu bahan mineral,
bahan organic, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya
masing—masing berbeda pada setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah.
Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan
sawah) umumnya mengandung 45%(volume) bahan mineral, 5% bahan organic, 20-30%
udara dan 20-30 % air.
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya
pertanian, secara umum terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang
menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati yang menguntungkan ini, yaitu
yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organic dan pengikatan unsure
hara. Keduanya bermuara pada penyedian hara tersedia bagi tanaman serta sebagai
pemangsa parasit. Sedangkan jasad yang merugikan adalah yang memanfaatkan
tanaman hidup, baik sebagai sumber pangan maupun sebagai inangnya, yang disebut
sebagai hama atau penyakit tanaman ataupun sebagai kompetitor dalam penyerapan
hara dalam tanah.
Fauna pada ekosistem tanah terdiri atas makro fauna dan
mikro fauna. Makro fauna tanah meliputi : herbivora seperti annelida(cacing
tanah) ,milusca(bekicot), crustaceae, chilopoda(kelabang), diplolopoda(kaki
seribu), dan insecta(serangga) serta karnivora meliputi arachnida(laba-laba,
kalajengking),insecta(belalang sembah),ular atnah dan tikus tanah. Sedangkan
mikro fauna tanah meliputi protozoa dan rotifera. Makro fauna tanah
meningkatkan agregasi tanah, yang merupakan campuran antara bahan-bahan organic
dengan tanah.,sehingga mempermudah akar-akar tanaman untuk tubuh dengan baik.
Cacing rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk. Maka
dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Tindakan budi daya
pertanian yang tidak ramah lingkungan sangat berpengaruh pada cacing, terutama
pada tipe endogoik. Maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian
kualitas tanah dengan indicator cacing (Semakin tinggi jumlah cacing dalam
suatu tanah maka semakin tinggi kualitas tanah).
1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jenis dan
jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem yang berkerja
membantu menghancurkan bahan organik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu ekosistem terjadi suatu siklus kehidupan dan
kematian. Organisme yang disebut pengurai (Dekomposer) yaitu bakteri, jamur,
dan mikroorganisme lainnya bertanggung jawab terhadap kesempurnaan siklus hidup
dan matinya. Organisme pengurai tersebut menguraikan bahan-bahan organic yang
dapat digunakan oleh organisme produsen, tanpa hadirnya organisme pengurai maka
suatu ekosistem akan dipenuhi oleh sampah, bangkai tanaman dan hewan. (Darmono,
2001: 6-7)
Decomposer atau pengurai adalah organisme yang berperan
menguraikan organisme lain yang telah mati. Makhluk hidup yang berperan sebagai
pengurai diantaranya:
1). Mikroorganisme (Jasad Renik)
Adalah makhluk hidup (organisme yang berukuran mikroskopis
(sangat kecil)tidak dapat dilihat oleh mata. Sehingga untuk melihatnya
diperlukan alat yang disebut mikroskop. Contohnya: bakteri, algae unicellular
(alga satu sel), Fungi unicellular (jamr satu sel).
2). Makroorganisme
Adalah makhluk hidup yang berukuran lebih besar dari
mikroorganisme dan dapat dilihat oleh mata biasa. Contohnya: Larva, Serangga,
Cacing, Kumbang, dan fung multicelluler. ( Seto wardono : 10-11).
Kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada
factor fisika-kimia tanah dan tersedianya makanan yang cukup baginya. Pada
tanah yang berbeda factor kimiatentu kepadatan populasi cacing tanahnya
berbeda. Demikian juga tumbuhan pada suatu daerah sangat menentukanjenis cacing
tumbuh dan kepadatan populasi di daerah tesebut. Tersedianya makanan yang sangat
menentukan pertumbuhan populasi cacing tanah sebagai hewan yang ikut beperan
dalamdalam proses dekomposisi mamakan sisa-sisa tanaman, sedangkan bagian yang
tidak terserap dikeluarkan berupa material yang lumat. ( Nurdin,2003 : 13 dan
134)
Secara alamiah,morfologi dan anatomi cacing tanah berevolusi
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Atas dasar informasi dan pengalaman
Bouche cit. Hanafiah(2002), merumuskan ekologis cacing tanah seperti yang
tertera dalam tabel,yaitu:sifat-sifat Epigeik (berpigmen merah dan hidup dalam
tanah) Endogeik(tanpa pugmen merah dan hidup dalam tanah) Anecigueik(hidup
dalam tanah,makan dan eskresi di permukaan tanah.
Dari segi penyuburan solum tanah yang sangat berperan dalam
tipe ini,tetapi paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk.oleh
karena itu, penetapan tindakan budidaya pertanian yang tidak berwaawsan
lingkungan dengan segera akan berpengaruh negatif terhadap tipe ini. Aneciqueik
mempunyai bobot yang paling berat dan kebisaan makan dan ekskresi di permukaan
tanahsehingga berperan paling penting dalam meninbgkatkan kadar biomass dan
kesuburan tanah lapisan atas. Apabila dikaitkan dengan kedalaman perakaran
tanaman, tipe endogeik akan lebih cepat terlihat pengaruhnya terhadap
produktivitas tanaman tahunan/keras dan kehutanan yang berakar dalam, sehingga
tipe aneciqueik akan lebih cepat terlihat peranya pada tanaman semusim atau
perakaran dangkal.(Kemas Ali,2003)
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi
tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan
mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam
tanah,dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah.
Celah-celah yang dibuat oleh cacing tanah dinamakan drilosfer, yang kaya bahan
organic dan nutrien anorganik. Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan
lingkungan yang baik untuk organisme. Cacing memiliki enzim selulosa dan
khitinase yang ada pada ususnya yang membantu mendegradasi selulosa dan polimer
khitin. (lud,2005)
Factor-faktor fisik yang mempengaruhi cacing tanah adalah a)
kemasaman pH tanah,b)kelengasan tanah,c)temperatur,d)aerasi dan CO2.e)bahan
organic.f)jenis tanah,dan g) suplai nutrisi.(Kemas Ali,2003)
Tanah adalah benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen
padat, cair dan gas serta mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik (Arsyad,
2000). Pada komponen tersebut selain terdiri dari komponen mati (abiotik)
terdapat juga bagian yang hidup (biotik) berupa organisme tanah yang menjalin
suatu sistem hubungan timbal balik antar berbagai komponen sebagai suatu
ekosistem yang cukup kompleks. Hubungan antara beberapa sifat tanah abiotik dan
fungsi ekosistem dapat dijadikan sebagai fungsi yang berhubungan langsung
terhadap produksi tanaman dan erosi tanah. Oleh karenanya praktek pengelolaan
tanah untuk abad 21 mendatang harus diformulasikan berdasarkan suatu pemahaman
dari konsep ekosistem (Herrick,2000)
A.Kualitas tanah
Istilah kesehatan tanah atau kualitas tanah yang
diaplikasikan pada
agroekosistem menunjuk kepada kemampuan tanah untuk
mendukung secara terus menerus pertumbuhan tanaman pada kualitas lingkungan
yang terjaga (Magdoff, 2001).
Menurut The Soil Science Society of Amerika, yang dimaksud
dengan Kualitas Tanah (soil quality) adalah kapasitas dari suatu jenis tanah
yang spesifik untuk berfungsi di alam atau dalam batas ekosisten terkelola,
untuk mendukung produktivitasbiologi, memelihara kualitas lingkungan dan
mendorong kesehatan hewan dantumbuhan (Herrick, 2000).
Jhonson et. al. (1997 dalam Doran dan Zeiss, 2000)
mendefinisikan kualitas tanah sebagai suatu ukuran kondisi relatip tanah untuk
kebutuhan satu atau lebih spesies biologi dan atau untuk suatu tujuan manusia.
Untuk aplikasi di bidang pertanian, yang dimaksud dengan kualitas tanah adalah
kemampuan tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem yang sesuai untuk
produktivitas biologis, mampu memelihara kualitas lingkungan dan mendorong
tanaman dan hewan menjadi sehat (Magdoff, 2001).
Secara lebih terinci, Doran dan Safley (1997) mendefinisikan
kualitas tanah sebagai kecocokan sifat fisik, kimia dan biologi yang
bersama-sama (1) menyediakan suatu medium untuk pertumbuhan tanaman dan
aktivitas biologi, (2) mengatur dan memilah aliran air dan penyimpanan di
lingkungan serta (3) berperan sebagai suatu penyangga lingkungan dalam
pembentukan dan pengrusakan senyawa-senyawa yang meracuni lingkungan. Tanah
disebut berkualitas tinggi bila memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1) cukup
tapi tidak berlebih dalam mensuplai hara (2) memiliki struktur yang baik (3)
memiliki kedalaman lapisan yang cukup untuk perakaran dan drainase (4) memiliki
drainase internal yang baik (5) populasi penyakit dan parasit rendah (6)
populasi organisme yang mendorong pertumbuhan tinggi (7) Tekanan tanaman
pengganggu (gulma) rendah (8) tidak mengandung senyawa kimia yang beracun untuk
tanaman (9) tahan terhadap kerusakan dan (10) elastis dalam mengikuti suatu
proses degradasi (Magdof, 2001).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tempat dan Waktu.
Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan di Lahan Arboretum
Universitas Sriwijaya pada tanggal 18 April 2011 pada hari senin pukul 08.00
sampai dengan selesai.
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah emberat,
pinset, tali, parang. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
air sabun, minyak tanah.
1. Cara Kerja
1. Bersihkan seresah penutup tanah dari
ekosistem komunitas yang akan di amati.
2. Batasi petak kudrat tersebut setiap
satuan meter persegi.
3. Semprotkan minyak tanah pada petak I
dan air sabun pada petak II hingga jenuh.
4. Tunggu selama 15-20 menit, dan
kumpulkanlah jenis-jenis cacing tanah yang muncul di permukaan tanah. Cara
pengambilan harus hati-hati, gunakan pinset, tetapi cacing tidak boleh putus.
Bantu dengan lidi untuk mengangkat cacing dari lubangnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
No
|
Perlakuan
|
Jumlah Cacing
|
Berat (gr)
|
1
|
Air sabun
|
2
|
0,1 mg
|
2
|
Minyak tanah
|
3
|
0,1 mg
|
1. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai
populasi decomposer dengan tujuan untuk dapat mengetahui kualitas tanah dengan
bio indikator cacing tanah. Penggunaan cacing tanah sebagai bio indicator
karena adanya kerentanan cacing terhadap perubahan lingkungan, terutama pada
tipe endogeik. Tipe endogeik adalah tipe cacing yang hidup di dalam tanah,
tidak berpignentasi, yang dapat menembus terowongan hingga kedalaman 45cm. Tepi
ini kebanyakan terdiri atas Lumbricus terrestris.
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi
tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan
mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam
tanah,dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah.
Cacing tanah yang ditemukan, hanya berada pada kedalaman 10
cm pertama. Pada kedalaman selanjutnya yaitu kedalaman 20 cm dan 30 cm tidak
lagi ditemukan adaya cacing tanah. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 20 cm dan
30 cm, tekstur tanahnya liat dan lebih keras, serta terdapat batu beton,
porositasnya kecil sehingga menyebabkan tempat ini merupakan tempat yang buruk
bagi cacing tanah. Pada kedalaman 10 cm pertama kondisi tanah masih gembur,
kandungan bahan organik dan anorganiknya cukup baik sehingga memungkinkan
cacing untuk hidup. Berdasarkan kedalaman ditemukannya, maka cacing yang
ditemukan termasuk tipe epigeik, yaitu kelompok cacing tanah yang hidup pada
permukaan tanah.
Proses permulaan yang dilakukan adalah penyemprotan larutan
deterjen ke petak I. Deterjan digunakan untuk untuk mendatangkan makro fauna
tanah di sekitar tempat pengamatan dengan bau yang dihasilkan. Deterjen adalah
campuran berbagai bahan ynag digunakan untuk membantu pembersihan danterbuat
dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Di dalamnya terdapat zat adiktif untuk
membuat lebih wangi. Jumlah cacing yang di dapatkan 2 cacing. Proses
selanjutnya adalah penyemprotan minyak tanah ke petak II. Ternyata jumlah
cacing yang muncul lebih banyak dari petak I yakni sebanyak 3 cacing.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang
sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian
suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah.
Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat
tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam
satu hari satu malam dan tergantung musim.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan
penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah
yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada
tanah yang memiliki pH basa.
Derajat keasaman atau pH tanah di lingkungan vegetasi dan
non vegetasi menunjukkan perbedaan meski nilainya juga tidak jauh berbeda. Pada
lingkungan non vegetasi pH tanahnya sedikit lebih asam. Perbedaan pH ini dapat
diakibatkan oleh perbedaan kandungan organik tanah.
Faktor fisik lain yang diamati adalah kandungan organik dan
anorganik tanah. Dari hasil perhitungan, kandungan organik tanah jauh lebih
sedikit dibandingkan kandungan anorganik tanah. Hal ini sangat wajar, karena
sebagian besar tanah di susun oleh lapisan pasir dan bebatuan. Selain itu,
minimnya jumlah populasi cacing tanah telah menunjukkan bahwa ketersediaan
bahan organik di tanah tersebut memang kecil jumlahnya. Hal ini menguatkan
pernyataan bahwa tanah yang sehat adalah tanah yang memiliki dalam jumlah
tinggi bahan organik yang terhumifikasi untuk mengikat air dan muatan negatif
untuk pertukaran kation.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam ekosistem
tersebut selain cacing tanah yaitu semut, lipan. Cacing merupakan salah satu
hewan yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik.
2. Keberadaan jumlah cacing tanah dan mikroorganisme lain
yang bekerja membantu menghancurkan bahan organik yang ada dalam suatu
ekosistem ditentukan oleh lingkungan baik biotik maupum abiotik.
3. Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang
sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah.
4. kita dapat melihat tanah yang subur atau tidak jika di
dalamnya terdapat banyak caclng tanahnya. Karena kotoran-kotoran cacing itulah
yang akan membentuk humus.
5. Cacing tanah merupakan decomposer makroorganisme.
1. Saran
Sebaiknya praktikan berhati-hati dalam menyemprotkan air
sabun dan minyak tanah. Karena apabila terhirup akan menyebabkan pusing-pusing.
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran Hubungannya
Dengan Tiksokologi Senyawa Logam. Jakarta : U Press
Hanafiah, Kemas Ali. 2003. Biologi Tanah. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Suin, Nurdin Muhammad. 2003.Ekologi Hewan Tanah. Jakarta:
Bumi Aksara
Herrick, J. E. (2000). Soil Quality: an indicator of
sustainable land management ?. Applied Soil Ecology. (15) 75-83.
Magdoff, F. (2002). Concept, componen and strategies of soil
health in agroecosystems. Journal of Nematology 33 (4); 169-172.
Pankhurst, C. E., B. M. Doube and V.V. S. R. Gupta. (1997).
Biological indicators of soil health: Synthesis. dalam C. Pankhurst, B.M. Doube
and V.V.S.R. Gupta (eds). Biological Indikators of Soil Health. UK. 419-435.
CAB International.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar